BY INSPIRIT INNOVATION CIRCLES
Belakangan ini kita kerap mendengar istilah fasilitasi dan fasilitator disebutkan. Banyak orang dari latar belakang yang beragam, seperti pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, tokoh adat, pengusaha menyatakan bahwa
mereka adalah fasilitator perubahan masyarakat. Profesi sebagai fasilitator juga semakin dikenal dan dibutuhkan secara meluas di berbagai kalangan.
Apa sebenarnya fasilitasi atau fasilitator? Kata fasilitasi berakar dari kata “facile” (Bahasa Prancis) yang memiliki padanan kata Bahasa Indonesia “mudah”. Arti kata fasilitasi adalah “membuat sesuatu menjadi mudah, tidak sulit”.
Terminologi atau definisi dari kata fasilitasi yang berkembang dan disepakati dalam dunia fasilitasi itu, menyatakan bahwa fasilitasi adalah proses memudahkan sekelompok orang untuk mencapai tujuannya dalam suatu pertemuan.
Dengan berkembangnya jaman, fasilitasi dirumuskan sebagai proses sadar, sepenuh hati dan sekuat tenaga membantu kelompok sukses meraih tujuan terbaiknya dengan taat pada nilai-nilai dasar partisipasi Fasilitator, atau dikenal sebagai “pemudah cara” di Malaysia, adalah orang yang memudahkan proses pertemuan sekelompok
orang dalam mencapai tujuannya.
Fasilitasi, Kepemimpinan dan Perubahan Sosial Kelompok merupakan bagian dari kehidupan organisasi. Kerja dan kinerja kelompok tidak selalu efektif.
Beberapa hal yang menyebabkan sebuah kelompok tidak efektif dalam bekerja, antara lain :
• Fluktuasi jumlah anggota kelompok yang hadir
• Frekuensi pertemuan terlalu jarang atau terlalu sering
• Diskusi yang berkepanjangan, tanpa solusi
• Tujuan kelompok tidak jelas
• Terjadinya perubahan pada fokus atau tujuan kelompok
• Adanya anggota yang terlalu dominan
• Masalah penolakan anggota kelompok tidak terpecahkan
• Perbedaan kepribadian anggota-anggota kelompok dan adanya konflik pribadi
• Anggota yang satu mengganggu anggota yang lainnya
• Adanya perbedaan pandangan
• Pemecahan masalah yang terlalu cepat dan tidak efektif
• Keputusan diambil tanpa keberadaan dukungan yang berarti dari para anggota kelompok
• Agenda pribadi mempengaruhi perilaku dan opini para anggota kelompok
• Anggota kelompok berasal dari kubu yang berlawanan
• Keputusan dan aksi yang dihasilkan tidak direkam atau ditulis, sehingga anggota “lupa” atau kurang jelas dengan
proses pertemuan yang telah lewat.
• Kesalahpahaman dan masalah lain yang berhubungan dengan minimnya pemahaman akan perbedaan
kebudayaan atau kebiasaan
Daftar ini dapat bertambah lebih panjang lagi. Mengelola kelompok dan dinamika kelompok itu sendiri memang bisa jadi tidak sederhana dan tidak mudah. Tanpa adanya kepemimpinan yang terlatih dan efektif serta metode pengelolaan yang tepat dan jitu, tidak akan mudah bagi kelompok untuk menjadi efektif. Pada tahun-tahun belakangan ini, terdapat banyak organisasi yang menjadi lebih produktif atau diselamatkan dengan menggunakan fasilitasi.
Tujuan Fasilitasi yang Efektif
Sebuah fasilitasi yang efektif akan membuat kerja kelompok menjadi lebih mudah. Seorang fasilitator harus tidak hanya menolong kelompok mendiskusikan isu, tapi – sudah seharusnya – juga memandu kelompok untuk
merancang dan mencapai hasil-hasil yang tidak teridentifikasi sebelumnya. Anggota-anggota kelompok harus mampu memberitahu yang lain apa yang dicapai dalam sebuah pertemuan.
Mereka seharusnya merasa terlibat dan berguna dalam pertemuan – bukan merasa membuang-buang waktu-.
Salah satu ciri sebuah fasilitasi yang efektif dapat dilihat dari keterlibatan anggota secara aktif dan adanya perasaan berguna dan memiliki; metode-metode fasilitasi diaplikasikan dengan tepat; dan hasil-hasil terukur yang berhasil dicapai akan berkontribusipada kemajuan kelompok. Salah satu cara menguji fasilitasi yang efektif adalah melihat
apa yang terjadi usai rapat. Perhatikan saja, usai pengambilan keputusan yang didukung 100 persen oleh seluruh anggota, aksi pasti akan lengkap, petunjuk-petunjuk kerja dibuat, dan kanal-kanal komunikasi tetap terbuka.
Dalam memfasilitasi produktivitas, adalah sangat penting untuk menaruh tujuan di depan dan mencoba realistis atas apa yang dapat dituntaskan. Salah satu masalah terbesar adalah ketika sebuah kelompok mendapatkan fasilitator yang sangat terlatih, orang-orang mengharapkan keajaiban! Agenda yang terlalu ambisius pun dipancangkan, tapi belum tentu terselesaikan.
Kadang kala fasilitasi tidak berjalan dengan baik. Ini disebabkan oleh beberapa alasan : tehnik atau metode fasilitasi miskin, perilaku dan sikap anggota yang tercela, tidak siap atau hanya dipahami oleh sebagian peserta (sementara peserta yang lainnya stres karena rapat), perencanaan rapat yang buruk, dan lain sebagainya. Fasilitator, khususnya saat mereka sudah cukup memiliki pengalaman dan semakin terlatih, dapat mengenali faktor-faktor apa saja yang berkontribusi pada kegagalan. Meski kadang “kegagalan” justru bisa dijadikan tanda apa yang perlu dilakukan di waktu mendatang.
Kelompok kadang gagal membuat kemajuan karena memutuskan tidak menuruti nasihat fasilitator. Karena fasilitator tidak memaksa kelompok untuk beraksi atau memutuskan, kegagalan dalam kasus ini mungkin tidak bisa
dikatakan sebagai tanggung jawab fasilitator, meski tidak selalu jelas tanggung jawab siapa.
Idealnya, fasilitator, kelompok dan pemimpin kelompok berpartisipasi dalam rapat agar kesuksesan atau kegagalan dapat dialamatkan ke siapa saja yang hadir.
Fasilitator harus berhati-hati untuk tidak cepat menyalahkan diri mereka sendiri atas kegagalan. Hal-hal tersebut tidak untuk dijadikan kesalahan , melainkan untuk dipahami faktor-faktor apa saja yang menyebabkan pertemuan berjalan buruk. Banyak hal yang diperlukan agar sebuah rapat produktif.
Tanggung jawab fasilitator adalah menghantarkan kelompok dengan metode berkualitas, proses, dan saran-saran. Begitu fasilitator meninggalkan kelompok maka terserah kelompok mau menggunakan atau tidak. Jika kelompok mengambil pendekatan yang berbeda, fasilitator belum tentu bisa membantunya. Bagaimanapun juga, satu hal
yang penting, fasilitator harus menghormati mau mencoba metode-metode fasilitasi.
Fasilitasi yang baik memasukkan tujuan-tujuan pengembangan. Ketika sebuah kelompok mengambil bagian dalam sebuah pertemuan yang produktif, maka ini jadi kesempatan untuk membangun kelompok sebagai sebuah tim.
Kegiatan-kegiatan team-appreciation, team-building, dan team-strengthening dapat diikutsertakan. Fasilitasi yang paling efektif adalah membantu kelompok untuk mengerjakan tugas-tugasnya dan mencapai hasil dan pada saat yang sama, juga membangun kepercayaan dan keeratan di dalam tim.
Fasilitasi dan Kepemimpinan
Fasilitator memimpin kelompok dengan memberikan kelompok alat dan metode untuk menolong anggota kelompok bekerja produktif secara bersama-sama. Seorang fasilitator, bagaimanapun juga, tidak menentukan visi dan
kehendak kelompok. Itu adalah peran seorang pemimpin. Pemimpin perlu melakukan itu untuk menginspirasikan tindakan dan komitmen pada para pengikut mereka sehingga visi itu dapat terealisasi, atau paling tidak, kemajuan dapat dihasilkan melaluinya.
Dalam bekerja, fasilitator bersikap netral pada visi dan misi yang dipegang kelompok, meski banyak fasilitator mungkin menemukan visi dan misi itu sebagai tren sesaat saja.
Dengan menggunakan proses kelompok dan menyediakan struktur yang diperlukan kelompok untuk memformulasi, meneliti, dan mendapatkan hasil, seorang fasilitator kadang-kadang seperti seorang pemimpin.
Fasilitator perlu mengingatkan kelompok untuk tidak memperlakukannya sebagai pemimpin – mengajarkan pada kelompok untuk tidak tergantung padanya. Fasilitator harus melepaskan kehendak mempengaruhi keputusan
dan keinginan untuk dilihat sebagai “sang ahli”.
Itu karena anggota kelompok sedang meningkatkan keterampilan mereka dalam mengambil keputusan dan memecahkan masalah dalam kelompok.
Para fasilitator memang mempengaruhi kesuksesan kelompok, tapi tidak mempengaruhi substansi pekerjaan kelompok. Mereka ikut terlibat dengan menyediakan panduan proses, keterampilan kelompok, dan struktur.
Fasilitator memang mengambil risiko, seperti juga seorang pemimpin, tapi hanya di arena proses kelompok.
Sampai di sini, pertanyaan pun muncul: Apakah seorang pemimpin bisa menjadi fasilitator? Seorang pemimpin akan
mendapatkan banyak manfaat bila bersedia melangkah ke pinggir dari substansi pekerjaan kelompok, untuk memfasilitasi proses.
Pemimpin-pemimpin yang efektif telah memimpin melalui persuasi, kolaborasi, sama baiknya dengan fasilitasi. Pemimpin dapat terlihat mengoperasikan sebuah kontinuum di antara gaya persuasif dan pengarahan yang
tinggi di satu pihak, dan gaya fasilitasi di lain pihak. Situasi yang berbeda ini menuntut pendekatan yang berbeda pula.
Pemimpin yang dapat berperan sebagai fasilitator meramu perannya sebagai pemimpin visioner dan pengatur dengan pemimpin yang mendengarkan dan memberdayakan. Sebagai pemimpin yang fasilitatif, dia akan melibatkan pengikutnya semaksimal mungkin dalam pembentukan visi dan misi, menjunjung visi dan misi, serta membangun tim yang kohesif dan produktif. Fasilitasi yang dapat dilihat dari cahaya ini, sebagai sebuah pendekatan
kepemimpinan.
Vibrant
Dalam bahasa Inggris berarti penuh dengan energi dan antusiasme. Kata ini menjadi sebuah jiwa baru yang dikolaborasikan ke dalam dunia fasilitasi. Pendekatan fasilitasi yang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip dasar partisipasi menjadi sebuah kekuatan baru ketika dimasuki vibran, karena fasilitasi vibran tersebut menggunakan kekuatan hati sekaligus pikiran.
Dimulai dengan hati, vibran menstimulus antusiasme yang penuh energi. Ini menular. Sehingga, energi positif beresonansi di antara peserta, menyebarkan gairah dan semangat terhadap masing-masing individu, antar
individu. Isi dan hasil pertemuan akan terang, cerdas dan ‘berwarna’ jadinya.
Antusiasme, Energi, Resonansi, Terang, dan Berwarna menjadi pijar baru dalam dunia fasilitasi. Antusiasme adalah Pelumas yang Sangat Handal untuk Pikiran Kata antusiasme sendiri berasal dari bahasa Yunani, enthousiasmos, yang mengandung arti terinspirasi atau Tuhan di dalam. Antusiasme punya kekuatan luarbiasa untuk menciptakan
momentum. Antusiasme juga bisa digunakan untuk melawan rasa takut, gugup dan juga dapat menciptakan energi. Memiliki antusiasme juga menciptakan rasa bahagia, dan energi.
Akan tetapi sangat banyak dari kita yang tidak antusias. Seperti contoh, melaksanakan peran sebagai fasilitator hanya sebatas pekerjaan semata, tidak dibarengi dengan antusias yang terkandung dalam kearifan vibran-nya.
Lebih lanjut, fasilitasi vibran tersebut adalah sebuah pendekatan non linier untuk memudahkan swakelola kelompok dalam mengubah konflik menjadi ketegangan kreatif dengan menggunakan hati dan sekaligus pikiran.
Fasilitasi vibran ini mampu merefleksikan bagaimana nilai-nilai dasar demokrasi pada sebuah pertemuan dan menekankan pada kekuatan swakelola (self-organization), sehingga metode ini sangat cocok diterapkan pada kelompok yang memiliki persepsi beragam seperti pada proses pertemuan multi pihak, konsultasi kebijakan publik, partisipasi publik dan juga pada kelompok masyarakat yang berkonflik.
Gambar berikut memudahkan kita untuk lebih memahami fasilitasi vibran.
Belakangan ini kita kerap mendengar istilah fasilitasi dan fasilitator disebutkan. Banyak orang dari latar belakang yang beragam, seperti pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, tokoh adat, pengusaha menyatakan bahwa
mereka adalah fasilitator perubahan masyarakat. Profesi sebagai fasilitator juga semakin dikenal dan dibutuhkan secara meluas di berbagai kalangan.
Apa sebenarnya fasilitasi atau fasilitator? Kata fasilitasi berakar dari kata “facile” (Bahasa Prancis) yang memiliki padanan kata Bahasa Indonesia “mudah”. Arti kata fasilitasi adalah “membuat sesuatu menjadi mudah, tidak sulit”.
Terminologi atau definisi dari kata fasilitasi yang berkembang dan disepakati dalam dunia fasilitasi itu, menyatakan bahwa fasilitasi adalah proses memudahkan sekelompok orang untuk mencapai tujuannya dalam suatu pertemuan.
Dengan berkembangnya jaman, fasilitasi dirumuskan sebagai proses sadar, sepenuh hati dan sekuat tenaga membantu kelompok sukses meraih tujuan terbaiknya dengan taat pada nilai-nilai dasar partisipasi Fasilitator, atau dikenal sebagai “pemudah cara” di Malaysia, adalah orang yang memudahkan proses pertemuan sekelompok
orang dalam mencapai tujuannya.
Fasilitasi, Kepemimpinan dan Perubahan Sosial Kelompok merupakan bagian dari kehidupan organisasi. Kerja dan kinerja kelompok tidak selalu efektif.
Beberapa hal yang menyebabkan sebuah kelompok tidak efektif dalam bekerja, antara lain :
• Fluktuasi jumlah anggota kelompok yang hadir
• Frekuensi pertemuan terlalu jarang atau terlalu sering
• Diskusi yang berkepanjangan, tanpa solusi
• Tujuan kelompok tidak jelas
• Terjadinya perubahan pada fokus atau tujuan kelompok
• Adanya anggota yang terlalu dominan
• Masalah penolakan anggota kelompok tidak terpecahkan
• Perbedaan kepribadian anggota-anggota kelompok dan adanya konflik pribadi
• Anggota yang satu mengganggu anggota yang lainnya
• Adanya perbedaan pandangan
• Pemecahan masalah yang terlalu cepat dan tidak efektif
• Keputusan diambil tanpa keberadaan dukungan yang berarti dari para anggota kelompok
• Agenda pribadi mempengaruhi perilaku dan opini para anggota kelompok
• Anggota kelompok berasal dari kubu yang berlawanan
• Keputusan dan aksi yang dihasilkan tidak direkam atau ditulis, sehingga anggota “lupa” atau kurang jelas dengan
proses pertemuan yang telah lewat.
• Kesalahpahaman dan masalah lain yang berhubungan dengan minimnya pemahaman akan perbedaan
kebudayaan atau kebiasaan
Daftar ini dapat bertambah lebih panjang lagi. Mengelola kelompok dan dinamika kelompok itu sendiri memang bisa jadi tidak sederhana dan tidak mudah. Tanpa adanya kepemimpinan yang terlatih dan efektif serta metode pengelolaan yang tepat dan jitu, tidak akan mudah bagi kelompok untuk menjadi efektif. Pada tahun-tahun belakangan ini, terdapat banyak organisasi yang menjadi lebih produktif atau diselamatkan dengan menggunakan fasilitasi.
Tujuan Fasilitasi yang Efektif
Sebuah fasilitasi yang efektif akan membuat kerja kelompok menjadi lebih mudah. Seorang fasilitator harus tidak hanya menolong kelompok mendiskusikan isu, tapi – sudah seharusnya – juga memandu kelompok untuk
merancang dan mencapai hasil-hasil yang tidak teridentifikasi sebelumnya. Anggota-anggota kelompok harus mampu memberitahu yang lain apa yang dicapai dalam sebuah pertemuan.
Mereka seharusnya merasa terlibat dan berguna dalam pertemuan – bukan merasa membuang-buang waktu-.
Salah satu ciri sebuah fasilitasi yang efektif dapat dilihat dari keterlibatan anggota secara aktif dan adanya perasaan berguna dan memiliki; metode-metode fasilitasi diaplikasikan dengan tepat; dan hasil-hasil terukur yang berhasil dicapai akan berkontribusipada kemajuan kelompok. Salah satu cara menguji fasilitasi yang efektif adalah melihat
apa yang terjadi usai rapat. Perhatikan saja, usai pengambilan keputusan yang didukung 100 persen oleh seluruh anggota, aksi pasti akan lengkap, petunjuk-petunjuk kerja dibuat, dan kanal-kanal komunikasi tetap terbuka.
Dalam memfasilitasi produktivitas, adalah sangat penting untuk menaruh tujuan di depan dan mencoba realistis atas apa yang dapat dituntaskan. Salah satu masalah terbesar adalah ketika sebuah kelompok mendapatkan fasilitator yang sangat terlatih, orang-orang mengharapkan keajaiban! Agenda yang terlalu ambisius pun dipancangkan, tapi belum tentu terselesaikan.
Kadang kala fasilitasi tidak berjalan dengan baik. Ini disebabkan oleh beberapa alasan : tehnik atau metode fasilitasi miskin, perilaku dan sikap anggota yang tercela, tidak siap atau hanya dipahami oleh sebagian peserta (sementara peserta yang lainnya stres karena rapat), perencanaan rapat yang buruk, dan lain sebagainya. Fasilitator, khususnya saat mereka sudah cukup memiliki pengalaman dan semakin terlatih, dapat mengenali faktor-faktor apa saja yang berkontribusi pada kegagalan. Meski kadang “kegagalan” justru bisa dijadikan tanda apa yang perlu dilakukan di waktu mendatang.
Kelompok kadang gagal membuat kemajuan karena memutuskan tidak menuruti nasihat fasilitator. Karena fasilitator tidak memaksa kelompok untuk beraksi atau memutuskan, kegagalan dalam kasus ini mungkin tidak bisa
dikatakan sebagai tanggung jawab fasilitator, meski tidak selalu jelas tanggung jawab siapa.
Idealnya, fasilitator, kelompok dan pemimpin kelompok berpartisipasi dalam rapat agar kesuksesan atau kegagalan dapat dialamatkan ke siapa saja yang hadir.
Fasilitator harus berhati-hati untuk tidak cepat menyalahkan diri mereka sendiri atas kegagalan. Hal-hal tersebut tidak untuk dijadikan kesalahan , melainkan untuk dipahami faktor-faktor apa saja yang menyebabkan pertemuan berjalan buruk. Banyak hal yang diperlukan agar sebuah rapat produktif.
Tanggung jawab fasilitator adalah menghantarkan kelompok dengan metode berkualitas, proses, dan saran-saran. Begitu fasilitator meninggalkan kelompok maka terserah kelompok mau menggunakan atau tidak. Jika kelompok mengambil pendekatan yang berbeda, fasilitator belum tentu bisa membantunya. Bagaimanapun juga, satu hal
yang penting, fasilitator harus menghormati mau mencoba metode-metode fasilitasi.
Fasilitasi yang baik memasukkan tujuan-tujuan pengembangan. Ketika sebuah kelompok mengambil bagian dalam sebuah pertemuan yang produktif, maka ini jadi kesempatan untuk membangun kelompok sebagai sebuah tim.
Kegiatan-kegiatan team-appreciation, team-building, dan team-strengthening dapat diikutsertakan. Fasilitasi yang paling efektif adalah membantu kelompok untuk mengerjakan tugas-tugasnya dan mencapai hasil dan pada saat yang sama, juga membangun kepercayaan dan keeratan di dalam tim.
Fasilitasi dan Kepemimpinan
Fasilitator memimpin kelompok dengan memberikan kelompok alat dan metode untuk menolong anggota kelompok bekerja produktif secara bersama-sama. Seorang fasilitator, bagaimanapun juga, tidak menentukan visi dan
kehendak kelompok. Itu adalah peran seorang pemimpin. Pemimpin perlu melakukan itu untuk menginspirasikan tindakan dan komitmen pada para pengikut mereka sehingga visi itu dapat terealisasi, atau paling tidak, kemajuan dapat dihasilkan melaluinya.
Dalam bekerja, fasilitator bersikap netral pada visi dan misi yang dipegang kelompok, meski banyak fasilitator mungkin menemukan visi dan misi itu sebagai tren sesaat saja.
Dengan menggunakan proses kelompok dan menyediakan struktur yang diperlukan kelompok untuk memformulasi, meneliti, dan mendapatkan hasil, seorang fasilitator kadang-kadang seperti seorang pemimpin.
Fasilitator perlu mengingatkan kelompok untuk tidak memperlakukannya sebagai pemimpin – mengajarkan pada kelompok untuk tidak tergantung padanya. Fasilitator harus melepaskan kehendak mempengaruhi keputusan
dan keinginan untuk dilihat sebagai “sang ahli”.
Itu karena anggota kelompok sedang meningkatkan keterampilan mereka dalam mengambil keputusan dan memecahkan masalah dalam kelompok.
Para fasilitator memang mempengaruhi kesuksesan kelompok, tapi tidak mempengaruhi substansi pekerjaan kelompok. Mereka ikut terlibat dengan menyediakan panduan proses, keterampilan kelompok, dan struktur.
Fasilitator memang mengambil risiko, seperti juga seorang pemimpin, tapi hanya di arena proses kelompok.
Sampai di sini, pertanyaan pun muncul: Apakah seorang pemimpin bisa menjadi fasilitator? Seorang pemimpin akan
mendapatkan banyak manfaat bila bersedia melangkah ke pinggir dari substansi pekerjaan kelompok, untuk memfasilitasi proses.
Pemimpin-pemimpin yang efektif telah memimpin melalui persuasi, kolaborasi, sama baiknya dengan fasilitasi. Pemimpin dapat terlihat mengoperasikan sebuah kontinuum di antara gaya persuasif dan pengarahan yang
tinggi di satu pihak, dan gaya fasilitasi di lain pihak. Situasi yang berbeda ini menuntut pendekatan yang berbeda pula.
Pemimpin yang dapat berperan sebagai fasilitator meramu perannya sebagai pemimpin visioner dan pengatur dengan pemimpin yang mendengarkan dan memberdayakan. Sebagai pemimpin yang fasilitatif, dia akan melibatkan pengikutnya semaksimal mungkin dalam pembentukan visi dan misi, menjunjung visi dan misi, serta membangun tim yang kohesif dan produktif. Fasilitasi yang dapat dilihat dari cahaya ini, sebagai sebuah pendekatan
kepemimpinan.
Vibrant
Dalam bahasa Inggris berarti penuh dengan energi dan antusiasme. Kata ini menjadi sebuah jiwa baru yang dikolaborasikan ke dalam dunia fasilitasi. Pendekatan fasilitasi yang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip dasar partisipasi menjadi sebuah kekuatan baru ketika dimasuki vibran, karena fasilitasi vibran tersebut menggunakan kekuatan hati sekaligus pikiran.
Dimulai dengan hati, vibran menstimulus antusiasme yang penuh energi. Ini menular. Sehingga, energi positif beresonansi di antara peserta, menyebarkan gairah dan semangat terhadap masing-masing individu, antar
individu. Isi dan hasil pertemuan akan terang, cerdas dan ‘berwarna’ jadinya.
Antusiasme, Energi, Resonansi, Terang, dan Berwarna menjadi pijar baru dalam dunia fasilitasi. Antusiasme adalah Pelumas yang Sangat Handal untuk Pikiran Kata antusiasme sendiri berasal dari bahasa Yunani, enthousiasmos, yang mengandung arti terinspirasi atau Tuhan di dalam. Antusiasme punya kekuatan luarbiasa untuk menciptakan
momentum. Antusiasme juga bisa digunakan untuk melawan rasa takut, gugup dan juga dapat menciptakan energi. Memiliki antusiasme juga menciptakan rasa bahagia, dan energi.
Akan tetapi sangat banyak dari kita yang tidak antusias. Seperti contoh, melaksanakan peran sebagai fasilitator hanya sebatas pekerjaan semata, tidak dibarengi dengan antusias yang terkandung dalam kearifan vibran-nya.
Lebih lanjut, fasilitasi vibran tersebut adalah sebuah pendekatan non linier untuk memudahkan swakelola kelompok dalam mengubah konflik menjadi ketegangan kreatif dengan menggunakan hati dan sekaligus pikiran.
Fasilitasi vibran ini mampu merefleksikan bagaimana nilai-nilai dasar demokrasi pada sebuah pertemuan dan menekankan pada kekuatan swakelola (self-organization), sehingga metode ini sangat cocok diterapkan pada kelompok yang memiliki persepsi beragam seperti pada proses pertemuan multi pihak, konsultasi kebijakan publik, partisipasi publik dan juga pada kelompok masyarakat yang berkonflik.
Gambar berikut memudahkan kita untuk lebih memahami fasilitasi vibran.