Kelompok Suka Maju dan Mawar Harapan
Pada pertemuan bulanan pertama yang diselenggarakan Juli 2008 ini, kegiatan anggota masih sebatas membayar iuran saja. Oleh fasilitator dipersiapkan kertas yang harus diisi anggota kelompok tentang nama, tempat/tanggal lahir, alamat, jumlah simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela. Cara ini digunakan untuk memudahkan pengurus dalam mengisi data di buku anggota dan menghindari coretan di buku. Jadi pengurus hanya bertugas memindahkan data yang telah ditulis anggota di kertas tadi. Ini akan dilakukan setiap bulannya. Peran fasilitator pada pertemuan kelompok ini adalah mendorong dan memberikan teknik-teknik sederhana dalam melakukan pekerjaan administratif.
Selanjutnya, fasilitator menanyakan kepada ibu-ibu yang hadir apakah ada yang ingin meminjam. Ada satu orang yang mengajukan diri tetapi anggota yang lain tidak setuju. Alasannya selain karena uang yang terkumpul belum cukup banyak, juga khawatir peminjam tidak dapat atau tidak mau membayar cicilan. Dengan kasus tersebut, fasilitator mencoba mengingatkan kembali tentang prinsip usaha bersama syariah ini, yaitu keterbukaan, kepercayaan, dan kebersamaan. Tetapi kelompok tetap tidak setuju. Kedua kelompok ini memutuskan untuk menyimpan uang yang terkumpul di Bank BRI.
Fasilitator kemudian menyarankan kalau uang disimpan di bank agar dibuatkan tabungan atas nama kelompok, bukan pribadi. Bila yang menandatangani buku tabungan kelompok adalah ketua dan bendahara, maka yang memegang buku tabungannya adalah sekretaris. Bila yang menandatangani ketua dan sekretaris, maka yang memegang buku adalah bendahara. Hal ini dilakukan untuk menghindari rasa curiga dari anggota kelompok. Semua anggota pun menyetujui hal ini. Perlu juga dibuat kesepakatan tentang ongkos untuk pergi ke Bank, apakah akan dipotongkan dari uang yang terkumpul atau ditarik iuran dari setiap anggota. Kelompok harus membicarakannya terlebih dahulu.
Pada pertemuan kedua Agustus 2008, fasilitator membuka pertemuan dengan mengadakan kegiatan tanya-jawab dan diskusi. Tanya-jawab tersebut seputar apakah ada kendala setelah dua bulan kegiatan usaha bersama ini berjalan. Salah satu peserta menyatakan bahwa uang simpanan anggota sudah dipinjamkan. “Uang kami sudah dipinjamkan, bu. Jadi bagaimana dengan cicilannya, bunganya, dan sebagainya?”
Fasiltator kemudian meresponnya bahwa berarti kegiatan ini sudah ada kemajuan karena sudah ada yang meminjam, sambil berharap mudah-mudahan uangnya dapat digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat. Kemudian fasilitator menjelaskan beberapa aturan tentang peminjaman yang nantinya akan disepakati bersama bagaimana baiknya. Yang dijelaskannya adalah seputar aturan-aturan dalam usaha bersama syariah ini, seperti penetapan jangka waktu angsuran, besar angsuran, besar bunga (tetap dan menurun), denda, dan aturan tambahan yang dianggap kelompok perlu untuk dilakukan.
Ada pertanyaa dari peserta bagaimana bila ada yang meminjam tapi jangka waktunya cuma 1 minggu atau kurang dari itu. Pertimbangan si peserta penanya itu adalah kadang pinjaman itu 3 hari sudah dilunasi. Kalau dicicil si peminjam takut nanti uangnya habis. Menjawab pertanyaan tadi fasilitator menyerahkannya ke kelompok masing-masing, apakah jangka waktu peminjaman tetap didasarkan seperti aturan yang sudah dibuat atau karena hanya meminjam selama 1 minggu maka dikenakan jasa pelayanan saja. Fasilitator juga mengilustrasikan bahwa misalnya seharusnya dia lunas dalam waktu 5 bulan tetapi dia sudah melunasinya dalam waktu 2 bulan, maka yang dihitung jasa pelayanan dan bunga selama 2 bulan saja. Bunga pada bulan selebihnya tidak usah dibayar lagi. Karena dia sudah melunasinya dan uangnya dapat dipinjamkan kepada anggota yang lain lagi. “Jadi saya serahkan ke ibu-ibu saja. Silahkan dirembukkan dengan kelompoknya masing-masing.”
Kelompok Suka Maju dan Mawar Harapan membuat aturan untuk peminjaman sebagai berikut: Jasa pelayanan ditetapkan 3% dari uang yang dipinjam, jasa pinjaman sebesar 2% (tetap), jangka waktu atau lama pinjaman uang sebesar 100 ribu-500 ribu rupiah selama 5 bulan, 500 ribu-1 juta rupiah selama 10 bulan, dan denda sebesar 5%. Bila peminjam tidak membayar cicilan dalam waktu 3 bulan berturut-turut maka akan dikeluarkan dari kelompok.
Di kedua kelompok usaha bersama syariah ini telah terjadi kegiatan simpan pinjam. Walaupun belum semua peminjam memanfaatkan uang tersebut untuk usaha, tapi minimal di dalam kelompok sudah mulai tumbuh 3 prinsip yang ada dalam usaha bersama syariah, yaitu keterbukaan, kepercayaan, dan kebersamaan. Dalam pertemuan ini selain agendanya mendiskusikan tentang kemajuan kegiatan kelompok usaha bersama syariahnya, juga pada kesempatan itu para ibu yang hadir berkesempatan belajar tentang cara pembuataan tempe dan pembuatan manisan buah. Ibu-ibu sangat senang menerima kegiatan baru ini.
Pertemuan ketiga dilaksanakan Bulan September 2008. Pada pertemuan ini kelompok mencoba untuk menghitung modal yang sudah terkumpul sejak Bulan Juli sampai dengan September 2008. Selain itu, peserta juga masih mengajak diskusi fasilitator tentang berbagai hal terkait manajemen keuangan, seperti bagaimana kalau ada yang belum melunasi tetapi akan meminjam lagi, tentang peserta yang tidak hadir dalam pertemuan sementara dalam pertemuan ini harus menyicil angsuran, dan beberapa hal lain terkait upaya-upaya agar anggota bisa lebih disiplin.
Dalam belajar melakukan pembukuan, anggota masih belum terbiasa dalam mencatat uang masuk dan keluar dalam kegiatan menabung dan membayar pinjaman serta bunganya. Pada seluruh Buku Anggota Kelompok dan Buku Pengurus masih ditemukan kesalahan dalam pengisian buku, seperti dalam hal mengisi kolom-kolom, anggota yang mempunyai pinjaman tapi belum tercatat, dan ada kesalahan pencatatan pada buku uang masuk. Untuk menanggulangi hal ini, fasilitator menawarkan pelatihan khusus tentang pembukuan dalam Credit Union. Pelatihan ini sebenarnya dilakukan khusus untuk pengurus. Tapi bila ada anggota yang ingin belajar juga bisa dilakukan. Dan pelatihan disepakati pada malam hari selama 4 malam berturut-turut, dari setelah isya’sampai jam 10.
Isu lain yang dibahas adalah masalah kebersihan dan kesehatan seperti kebersihan air yang dicontohkan dengan air wudhu di kamar mandi perempuan yang kotor oleh karena lumut. Padahal ibu-ibu di sini menggunakannya untuk mandi, nyuci, terlebih lagi berwudhu. Peserta menngatakan bahwa, itu sudah sering dibersihkan. Tapi memang cepat sekali kotornya. Belum seminggu nanti sudah kotor lagi. Masalahnya yang sering nyuci dan mandi di sini pun malas untuk membersihkannya. Mereka lebih suka bayar lima puluh ribu untuk orang yang mau membersihkannya.
Menanggapi ini fasilitator menyarankan agar yangg hadir dalam pertemuan ini memulainya terlebih dahulu. Dengan begitu orang lain akan melihat bahwa suatu pekerjaan bila dikerjakan bersama-sama akan lebih mudah. Salah satu peserta pun bercerita:
“Dulu kami ini tidak begini. Dulu untuk membangun jalan saja kami menjunjung batu di atas kepala kami. Itu tanpa harus disuruh. Semua kerja dengan sukarela. Tapi sekarang, hidup sudah lebih baik dari yang dulu tetapi semua lupa diri. Saat ini sudah banyak yang hidupnya senang tapi kami ini terlalu sombong. Dulu semuanya dilakukan secara gotong- royong. Kebersamaannya itu tinggi tetapi sekarang tidak.”
Pertemuan ini diperkaya juga dengan diskusi dan pembahasan masalah-masalah pertanian yang dapat dikaitkan dengan usaha bersama kelompok mereka seperti penanaman sayur-sayuran dan apotik hidup di halaman. Juga membahas tentang keberadaan tanaman kelapa sawit di desa mereka yang banyak dilakukan dan dikuasai oleh investor luar (asing) terkait dengan keuntungan dan kerugian, dampak positif dan negatifnya bagi masyarakat setempat.
Pada tanggal 31 Oktober 2008, Kelompok Suka Maju tidak jadi menanam di halaman gedung pertemuan karena tanahnya terlalu banyak batu. Jadi mereka memutuskan untuk memindahkan lahan ke kebun milik Pak Haji. Mereka telah membersihkan lahan seluas 1 rantai untuk dijadikan kebun sayur organik dan apotik hidup. Anggota kelompok juga mulai mengumpulkan bahan-bahan untuk membuat kompos seperti rumput yang dipotong dikumpulkan di satu tempat. Kelompok juga mulai mengumpulkan sampah kebun seperti sampah nilam, kulit coklat, kulit pinang, dan kulit kemiri. Selain itu anggota kelompok mengumpulkan bahan untuk membuat mokro-organisme lokal seperti air cucian beras, air kelapa, dan lain-lain. Kelompok menyelesaikan kegiatan pada pukul 16.30 dan akan melanjutkan tiga hari kemudian. Adapun jenis sayuran yang akan ditanam adalah bayam, sawi, terong, tomat, cabe, dan kacang panjang. Sedangkan kebun apotik hidup adalah jahe, kunyit, dedingin, tapak kuda, kencur, ciwawo, lengkuas, dilah jawi, cerango, dan sepulih. Sedangkan Kelompok Mawar Harapan melakukannya pada pertemuan kelima Bulan November 2008. Sedangkan pada pertemuan bulanan bulan-bulan selanjutnya, anggota dan pengurus kelompok usaha bersama syariah di Desa Durian Kawan belajar pembukuan dengan setiap anggota kelompok mengerjakan pembukuan kelompok masing-masing.
Sumber: Juli Yanti, Asisten Lapangan Kabupaten Aceh Selatan
Pada pertemuan bulanan pertama yang diselenggarakan Juli 2008 ini, kegiatan anggota masih sebatas membayar iuran saja. Oleh fasilitator dipersiapkan kertas yang harus diisi anggota kelompok tentang nama, tempat/tanggal lahir, alamat, jumlah simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela. Cara ini digunakan untuk memudahkan pengurus dalam mengisi data di buku anggota dan menghindari coretan di buku. Jadi pengurus hanya bertugas memindahkan data yang telah ditulis anggota di kertas tadi. Ini akan dilakukan setiap bulannya. Peran fasilitator pada pertemuan kelompok ini adalah mendorong dan memberikan teknik-teknik sederhana dalam melakukan pekerjaan administratif.
Selanjutnya, fasilitator menanyakan kepada ibu-ibu yang hadir apakah ada yang ingin meminjam. Ada satu orang yang mengajukan diri tetapi anggota yang lain tidak setuju. Alasannya selain karena uang yang terkumpul belum cukup banyak, juga khawatir peminjam tidak dapat atau tidak mau membayar cicilan. Dengan kasus tersebut, fasilitator mencoba mengingatkan kembali tentang prinsip usaha bersama syariah ini, yaitu keterbukaan, kepercayaan, dan kebersamaan. Tetapi kelompok tetap tidak setuju. Kedua kelompok ini memutuskan untuk menyimpan uang yang terkumpul di Bank BRI.
Fasilitator kemudian menyarankan kalau uang disimpan di bank agar dibuatkan tabungan atas nama kelompok, bukan pribadi. Bila yang menandatangani buku tabungan kelompok adalah ketua dan bendahara, maka yang memegang buku tabungannya adalah sekretaris. Bila yang menandatangani ketua dan sekretaris, maka yang memegang buku adalah bendahara. Hal ini dilakukan untuk menghindari rasa curiga dari anggota kelompok. Semua anggota pun menyetujui hal ini. Perlu juga dibuat kesepakatan tentang ongkos untuk pergi ke Bank, apakah akan dipotongkan dari uang yang terkumpul atau ditarik iuran dari setiap anggota. Kelompok harus membicarakannya terlebih dahulu.
Pada pertemuan kedua Agustus 2008, fasilitator membuka pertemuan dengan mengadakan kegiatan tanya-jawab dan diskusi. Tanya-jawab tersebut seputar apakah ada kendala setelah dua bulan kegiatan usaha bersama ini berjalan. Salah satu peserta menyatakan bahwa uang simpanan anggota sudah dipinjamkan. “Uang kami sudah dipinjamkan, bu. Jadi bagaimana dengan cicilannya, bunganya, dan sebagainya?”
Fasiltator kemudian meresponnya bahwa berarti kegiatan ini sudah ada kemajuan karena sudah ada yang meminjam, sambil berharap mudah-mudahan uangnya dapat digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat. Kemudian fasilitator menjelaskan beberapa aturan tentang peminjaman yang nantinya akan disepakati bersama bagaimana baiknya. Yang dijelaskannya adalah seputar aturan-aturan dalam usaha bersama syariah ini, seperti penetapan jangka waktu angsuran, besar angsuran, besar bunga (tetap dan menurun), denda, dan aturan tambahan yang dianggap kelompok perlu untuk dilakukan.
Ada pertanyaa dari peserta bagaimana bila ada yang meminjam tapi jangka waktunya cuma 1 minggu atau kurang dari itu. Pertimbangan si peserta penanya itu adalah kadang pinjaman itu 3 hari sudah dilunasi. Kalau dicicil si peminjam takut nanti uangnya habis. Menjawab pertanyaan tadi fasilitator menyerahkannya ke kelompok masing-masing, apakah jangka waktu peminjaman tetap didasarkan seperti aturan yang sudah dibuat atau karena hanya meminjam selama 1 minggu maka dikenakan jasa pelayanan saja. Fasilitator juga mengilustrasikan bahwa misalnya seharusnya dia lunas dalam waktu 5 bulan tetapi dia sudah melunasinya dalam waktu 2 bulan, maka yang dihitung jasa pelayanan dan bunga selama 2 bulan saja. Bunga pada bulan selebihnya tidak usah dibayar lagi. Karena dia sudah melunasinya dan uangnya dapat dipinjamkan kepada anggota yang lain lagi. “Jadi saya serahkan ke ibu-ibu saja. Silahkan dirembukkan dengan kelompoknya masing-masing.”
Kelompok Suka Maju dan Mawar Harapan membuat aturan untuk peminjaman sebagai berikut: Jasa pelayanan ditetapkan 3% dari uang yang dipinjam, jasa pinjaman sebesar 2% (tetap), jangka waktu atau lama pinjaman uang sebesar 100 ribu-500 ribu rupiah selama 5 bulan, 500 ribu-1 juta rupiah selama 10 bulan, dan denda sebesar 5%. Bila peminjam tidak membayar cicilan dalam waktu 3 bulan berturut-turut maka akan dikeluarkan dari kelompok.
Di kedua kelompok usaha bersama syariah ini telah terjadi kegiatan simpan pinjam. Walaupun belum semua peminjam memanfaatkan uang tersebut untuk usaha, tapi minimal di dalam kelompok sudah mulai tumbuh 3 prinsip yang ada dalam usaha bersama syariah, yaitu keterbukaan, kepercayaan, dan kebersamaan. Dalam pertemuan ini selain agendanya mendiskusikan tentang kemajuan kegiatan kelompok usaha bersama syariahnya, juga pada kesempatan itu para ibu yang hadir berkesempatan belajar tentang cara pembuataan tempe dan pembuatan manisan buah. Ibu-ibu sangat senang menerima kegiatan baru ini.
Pertemuan ketiga dilaksanakan Bulan September 2008. Pada pertemuan ini kelompok mencoba untuk menghitung modal yang sudah terkumpul sejak Bulan Juli sampai dengan September 2008. Selain itu, peserta juga masih mengajak diskusi fasilitator tentang berbagai hal terkait manajemen keuangan, seperti bagaimana kalau ada yang belum melunasi tetapi akan meminjam lagi, tentang peserta yang tidak hadir dalam pertemuan sementara dalam pertemuan ini harus menyicil angsuran, dan beberapa hal lain terkait upaya-upaya agar anggota bisa lebih disiplin.
Dalam belajar melakukan pembukuan, anggota masih belum terbiasa dalam mencatat uang masuk dan keluar dalam kegiatan menabung dan membayar pinjaman serta bunganya. Pada seluruh Buku Anggota Kelompok dan Buku Pengurus masih ditemukan kesalahan dalam pengisian buku, seperti dalam hal mengisi kolom-kolom, anggota yang mempunyai pinjaman tapi belum tercatat, dan ada kesalahan pencatatan pada buku uang masuk. Untuk menanggulangi hal ini, fasilitator menawarkan pelatihan khusus tentang pembukuan dalam Credit Union. Pelatihan ini sebenarnya dilakukan khusus untuk pengurus. Tapi bila ada anggota yang ingin belajar juga bisa dilakukan. Dan pelatihan disepakati pada malam hari selama 4 malam berturut-turut, dari setelah isya’sampai jam 10.
Isu lain yang dibahas adalah masalah kebersihan dan kesehatan seperti kebersihan air yang dicontohkan dengan air wudhu di kamar mandi perempuan yang kotor oleh karena lumut. Padahal ibu-ibu di sini menggunakannya untuk mandi, nyuci, terlebih lagi berwudhu. Peserta menngatakan bahwa, itu sudah sering dibersihkan. Tapi memang cepat sekali kotornya. Belum seminggu nanti sudah kotor lagi. Masalahnya yang sering nyuci dan mandi di sini pun malas untuk membersihkannya. Mereka lebih suka bayar lima puluh ribu untuk orang yang mau membersihkannya.
Menanggapi ini fasilitator menyarankan agar yangg hadir dalam pertemuan ini memulainya terlebih dahulu. Dengan begitu orang lain akan melihat bahwa suatu pekerjaan bila dikerjakan bersama-sama akan lebih mudah. Salah satu peserta pun bercerita:
“Dulu kami ini tidak begini. Dulu untuk membangun jalan saja kami menjunjung batu di atas kepala kami. Itu tanpa harus disuruh. Semua kerja dengan sukarela. Tapi sekarang, hidup sudah lebih baik dari yang dulu tetapi semua lupa diri. Saat ini sudah banyak yang hidupnya senang tapi kami ini terlalu sombong. Dulu semuanya dilakukan secara gotong- royong. Kebersamaannya itu tinggi tetapi sekarang tidak.”
Pertemuan ini diperkaya juga dengan diskusi dan pembahasan masalah-masalah pertanian yang dapat dikaitkan dengan usaha bersama kelompok mereka seperti penanaman sayur-sayuran dan apotik hidup di halaman. Juga membahas tentang keberadaan tanaman kelapa sawit di desa mereka yang banyak dilakukan dan dikuasai oleh investor luar (asing) terkait dengan keuntungan dan kerugian, dampak positif dan negatifnya bagi masyarakat setempat.
Pada tanggal 31 Oktober 2008, Kelompok Suka Maju tidak jadi menanam di halaman gedung pertemuan karena tanahnya terlalu banyak batu. Jadi mereka memutuskan untuk memindahkan lahan ke kebun milik Pak Haji. Mereka telah membersihkan lahan seluas 1 rantai untuk dijadikan kebun sayur organik dan apotik hidup. Anggota kelompok juga mulai mengumpulkan bahan-bahan untuk membuat kompos seperti rumput yang dipotong dikumpulkan di satu tempat. Kelompok juga mulai mengumpulkan sampah kebun seperti sampah nilam, kulit coklat, kulit pinang, dan kulit kemiri. Selain itu anggota kelompok mengumpulkan bahan untuk membuat mokro-organisme lokal seperti air cucian beras, air kelapa, dan lain-lain. Kelompok menyelesaikan kegiatan pada pukul 16.30 dan akan melanjutkan tiga hari kemudian. Adapun jenis sayuran yang akan ditanam adalah bayam, sawi, terong, tomat, cabe, dan kacang panjang. Sedangkan kebun apotik hidup adalah jahe, kunyit, dedingin, tapak kuda, kencur, ciwawo, lengkuas, dilah jawi, cerango, dan sepulih. Sedangkan Kelompok Mawar Harapan melakukannya pada pertemuan kelima Bulan November 2008. Sedangkan pada pertemuan bulanan bulan-bulan selanjutnya, anggota dan pengurus kelompok usaha bersama syariah di Desa Durian Kawan belajar pembukuan dengan setiap anggota kelompok mengerjakan pembukuan kelompok masing-masing.
Sumber: Juli Yanti, Asisten Lapangan Kabupaten Aceh Selatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar