Jumat, 18 November 2016

Manajemen Budaya dalam Pertukaran Tenaga Kerja (Movement of National Person) di Era MEA



Pendahuluan
Di Indonesia sendiri, MEA dapat memberikan manfaat sekaligus risiko tersendiri. Bagaimanapun, MEA merupakan langkah awal untuk membangun struktur ekonomi baru di negara-negara Asia Tenggara, begitupun di Indonesia.  Dengan adanya konsep pasar bebas ini, masyarakat Indonesia akan dituntut untuk berkompetisi dengan lebih baik, terutama di bidang perekonomian. Ekonomi sendiri telah diyakini menjadi tonggak kekuatan suatu negara.
Penguasaan dalam bidang ekonomi akan membuat negara kuat, sekalipun kekurangan dalam sumber daya. Contohnya adalah Jepang dan Amerika Serikat. Kedua negara ini bukan negara yang penuh dengan sumber daya alam yang mumpuni, tetapi dapat menguasai perekonomian global. Hal ini dikarenakan kedua negara memiliki kebijakan ekonomi yang kuat, sehingga menghasilkan masyarakat ekonomi yang juga kuat.
Oleh karena itu, dengan meningkatnya daya saing di bidang ekonomi tidak hanya dapat membantu peningkatan kuallitas barang dan jasa, tetapi pembentukan mental kompetisi di Indonesia, yang bisa terbilang rendah. Seperti halnya, sektor wirausaha yang masih terbilang sedikit. Walaupun bisnis berbasis wirausaha sudah berkembang cukup banyak di Indonesia, bisa terbilang kuantitasnya belum benar-benar menggerakkan roda perekonomian Indonesia secara signifikan.
Dalam segi investasi, MEA akan mendorong pertumbuhan Foreign Direct Investment (FDI) yang ikut mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi lewat berkembangnya industri dan lapangan kerja. Namun, di sisi lain, hal ini juga dapat menimbulkan risiko yang cukup besar, seperti eksploitasi sumber daya alam. Sedangkan, kebijakan pemerintah Indonesia masih belum dapat mengatasi masalah eksploitasi yang terjadi di daerah Papua.
Eksploitasi ini sendiri tidak lepas dari permasalahan tenaga ahli di Indonesia. Dalam bidang-bidang tertentu, tenaga ahli di Indonesia masih dibilang kurang berkembang. khususnya di bidang teknologi tinggi. Sedangkan, teknologi ini tentunya akan sangat mendukung peningkatan dalam berbagai bidang, termasuk dalam pemanfaatan sumber daya alam yang kita miliki saat ini. Seperti halnya Di ASEAN masih terjadi perbedaan kualitas dokter dan tenaga kesehatan. Misalnya Singapura dibanding Myanmar. Tentu dokter dari Singapura bisa mudah praktik di Myanmar tapi belum tentu sebaliknya. Ada standar-standar yang harus dipenuhi,"  sejauh ini belum ada titik temu di antara negara ASEAN soal keleluasaan pertukaran tenaga kesehatan ini. Untuk itu, ke depannya masih akan dibicarakan di antara negara ASEAN soal harmonisasi kompetensi tenaga kesehatan ini.
Tantangan terbesar bagi masyarakat Indonesia terkait dengan MEA adalah mengenai ketenaga kerjaan. Pasti tidak bisa dihindari mengenai  free of labor dan juga free of capital dan free of trade. Salah satu kata kunci penting di era ini adalah dunia tanpa proteksi. Artinya bahwa keluar masuknya tenaga kerja tidak akan diproteksi oleh negara. Di dalam MEA akan terjadi arus pekerja yang tidak bisa  dihalangi karena telah terdapat kesepahaman akan terjadinya pertukaran tenaga kerja. Selain itu juga akan terjadi pertukaran modal atau capital yang tidak bisa dihalangi disebabkan adanya kesepahaman mengenai pasar bersama dan single products. Juga akan terjadi pertukaran barang produksi yang tidak bisa dihalangi karena pasar bersama dan single products tersebut.
Sebagai akibat dari single product dan pasar bersama, maka akan terjadi semakin banyaknya pekerja asing yang akan bekerja di suatu negara. Contohnya: pekerja asing China sekarang sudah berdatangan ke Indonesia karena perjanjian kerja sama capital dengan ketentuan diperbolehkannya tenaga kerja China bekerja di Indonesia. Kemudian juga dokter-dokter asing yang sudah bekerja banyak di Indonesia. Di beberapa Rumah Sakit ssudah makin banyak mempekerjakan tenaga kerja asing. Tidak kalah penting adalah di sektor bisnis fashion makin banyak model-model asing yang bekerja di Indonesia. Indonesia sebagai batu lompatan untuk fashion di Singapore, Thailand dan sebagainya
Indeks Kompetisi dan Tantangan MEA
Di tengah arus perkembangan dunia yang makin cepat di era MEA tersebut, maka posisi Human Resource Development (HRD) kita menggambarkan, yaitu: Peringkat Global Competitiveness Index (GCI): (a) Singapore ranking 2, (b) Jepang ranking 6, (c) Malaysia ranking 20, (d) China ranking 28, (e) Thailand ranking 31, (f) Indonesia ranking 34, (g) Filipina ranking 52, (h) Vietnam ranking  68.
Memang harus diakui bahwa indeks kompetisi masyarakat Indonesia makin meningkat. Dari 144 negara yang disurvey ternyata posisi Indonesia makin baik. Pada tahun sebelumnya di peringkat 39 (2013), lalu peringkat 44 (pada tahun 2012). Artinya bahwa ada peningkatan kualitas GCI meskipun posisinya masih berada dibawah Malaysia, Thailand apalagi Singapore dan Jepang. Peningkatan GCI tentu merupakan hasil dari intervensi pembangunan manusia Indonesia melalui program pendidikan dan pelatihan.  Memang harus diakui bahwa indeks kompetisi masyarakat Indonesia makin meningkat. Dari 144 negara yang disurvey ternyata posisi Indonesia makin baik. Pada tahun sebelumnya di peringkat 39 (2013), lalu peringkat 44 (pada tahun 2012). Artinya bahwa ada peningkatan kualitas GCI meskipun posisinya masih berada dibawah Malaysia, Thailand apalagi Singapore dan Jepang.
Agar pekerja Indonesia tidak kalah bersaing, para pekerja harus pandai membekali diri dengan aneka keterampilan seperti berbahasa asing terutama bahasa Inggris, dan mengikuti berbagai pelatihan. MEA bisa menjadi kesempatan emas bagi profesional Indonesia untuk mendapatkan pengalaman bekerja di luar negeri mulai dari level staf, supervisor, manajer hingga direktur.
Dalam rangka movement of national person (pertukaran tenaga kerja) ada delapan sektor, dua sektor sudah selesai dan muncul recognition agreementnya. Yang sudah selesai itu insinyur dan arsitek. Sisanya masih dalam persiapan, bukan hanya Indonesia saja tetap juga negara ASEAN lain, seperti dokter gigi, perawat, tenaga pariwisata, akuntan dan lain-lain (tenaga survei dan praktisi medis)."
Manajemen Budaya dalam MEA
Betapa pentingnya manajemen budaya dalam menghadapi MEA. Program MEA ini mengharuskan seluruh Negara anggota ASEAN mengikuti perdagangan, pertukaran tenaga kerja dan lainnya yang mencakup segi ekonomi antar negara. Salah satu aspeknya yaitu pertukaran dan persaingan tenaga kerja menjadi fokus. Hal ini dikarenakan dalam suatu perusahaan, tenaga kerja merupakan aset berharga yang harus dikembangkan dan dipertahankan.
Tingkat keberhasilan dan prestasi kerja dari seorang karyawan dapat dilihat dari tingkat kinerjanya. Bagus atau tidaknya kinerja seorang karyawan dapat dipengaruhi oleh berbagai hal. Salah satunya adalah budaya kerja yang ada di perusahaan tersebut. Budaya merupakan bentuk jamak dari kata “budi” dan “daya” yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Menurut E.B Tylor “budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.”
Sedangkan budaya kerja adalah suatu perilaku, kebiasaan serta kerangka psikologis yang dimiliki, dipercayai, dan dilakukan oleh semua anggota organisasi. Budaya kerja yang dimiliki setiap perusahaan tentulah berbeda-beda, apalagi budaya kerja setiap negara, tentu saja akan ada perbedaan, seperti kata pepatah, “lain lubuk lain ikannya”,  saat program MEA berlangsung akan terjadi perpindahan tenaga kerja dari satu negara ke negara lain di kawasan ASEAN, suatu perusahaan bisa saja memiliki karyawan yang berasal dari tiga negara atau lebih, dan tentu saja mereka sudah terbiasa dengan budaya kerja yang telah mereka terapkan pada perusahaan di negara mereka. Sebagaimana seperti yang telah kita ketahui budaya kerja memiliki kaitan yang sangat erat dengan kinerja karyawan.
Budaya kerja yang baik akan menimbulkan dampak yang baik kepada organisasi, seperti meningkatkan produktivitas kerja, meningkatkan kepuasan kerja, menjamin hasil kerja berkualitas, memperkuat jaringan kerja dan manfaat lainnya. Namun saat mereka bekerja pada perusahaan di negara berbeda mereka akan mendapatkan budaya kerja yang mungkin saja berbeda dengan budaya kerja yang diterapkan di negara asalnya, misalnya seseorang yang sudah terbiasa bekerja dengan budaya kerja individualistik terpaksa harus bekerja dengan budaya kerja kolektif. Hal ini menyebabkan adanya perubahan mendadak budaya kerja yang dirasakan oleh karyawan, sehingga kemungkinan besar karyawan akan merasakan ketidaknyamanan ketika bekerja, motivasi karyawan pun akan menurun, dan pada akhirnya akan menyebabkan penurunan kinerja.
Karena pada dasarnya kinerja individu di tempat kerja tidak hanya tergantung pada kemampuannya, tetapi juga pada motivasi yang dimiliki. Keadaan seperti ini tidak dapat dibiarkan berlangsung dalam waktu lama karena buruknya kinerja karyawan menyebabkan turunnya produktivitas. Tak hanya itu, perusahaan juga dapat menderita kerugian yang cukup besar karenanya. Untuk mengatasi hal ini pihak manajemen perusahaan, khususnya bagian sumber daya manusia, harus segera mengambil tindakan tegas.
Tindakan yang dimaksud bukan dengan menghukum atau memaksa karyawan, karena akan berakibat makin rendahnya kualitas kerja karyawan. Tetapi lebih seperti memberi bimbingan tentang budaya kerja yang ada dan memberikan pemahaman bahwa pada dasarnya budaya kerja yang ada sekarang tidaklah terlalu jauh berbeda dengan budaya kerja di perusahaan asal mereka.
Selain itu, pihak manajemen harus memastikan bahwa tenaga kerja baru ini merasa diterima di lingkungan barunya dan dapat menjalin hubungan kerja yang baik diantar karyawan lainnya sehingga mereka merasa betah. Keseluruhan proses ini akan membutuhkan sedikit waktu, tetapi itu lebih baik daripada perusahaan harus menanggung keluhan ketidaknyamanan yang dirasakan karyawan baru.
Pengembangan Sumber Daya Manusia Indonesia
Dalam  menghadapi  persaingan  pada  Masyarakat  Ekonomi  ASEAN  tahun  2015, pengembangan  sumber  daya  manusia  (SDM)  adalah  sangat  penting.  Menurut  Hasibuan  (2008) pengembangan  karyawan  dilakukan  untuk  meningkatkan  kemampuan  teknis,  teoritis,  konseptual, dan  moral  karyawan.  Pengembangan  ini  perlu  dilaksanakan  secara  terencana  dan berkesinambungan. Pengembangan hendaknya disusun secara cermat dan didasarkan pada metodemetode ilmiah, serta berpedoman pada ketrampilan  yang dibutuhkan perusahaan untuk masa kini dan masa depan.
Menurut Forum Human Capital Indonesia (2007), program pengembangan karyawan harus memiliki rencana sukses di setiap level, desain jalur karir, rotasi, dan pengembangan kepemimpinan untuk  menghadapi  perubahan  lingkungan  bisnis.  Yang  menjadi  fokus  pengembangan  karyawan bukan lagi kelemahan atau kekurangan karyawan, melainkan minat dan kekuatannya, yaitu dengan mengembangkan strength based training, yaitu pelatihan yang difokuskan pada kekuatan seseorang. Pendidikan  dan  pelatihan  karyawan  ini  dilakukan  untuk  menguasai  hard  competence  untuk meningkatkan  hard  skill  dan  pengetahuan  serta  soft  competence  untuk  meningkatkan  perilaku karyawan.
Penutup
Indonesia telah menjalin kerjasama secara globalisasi dalam Masyarakat Ekonom ASEAN (MEA). Di era MEA, seluruh transaksi jual-beli, keluar masuk barang luar hingga adanya pertukaran tenaga kerja, dilakukan oleh negara-negara ASEAN. Indonesia memerlukan standar kompetensi bagi tenaga kerjanya supaya memilik daya saing dalam era globalisasi. saat ini belum ada kesepakatan antar tiap negara ASEAN soal standar kompetensi tenaga kerja yang bisa masuk dan keluar dari negaranya masing-masing. Meski begitu, Indonesia memiliki waktu mempersiapkan tenaga kerjanya memiliki standar kompetensi minimal di dalam negeri, sebelum standar kompetensi negara ASEAN ditetapkan.
Guna mempersiapkan tenaga kerja yang memiliki daya saing, setiap asosiasi indsutri harus memberikan standar kompetensi apa yang harus dilalui oleh tenaga kerja. Hal ini nantinya dikerjasamakan dengan Kemenaker dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Misalnya, asosiasi industri tekstil menyusun standar kompetensinya Dalam satu industri pasti standar kompetensi bisa 10-15 syarat yang harus ditempuh tenaga kerja. Setelah lulus pelatihan, bisa mendapatkan sertifikasi dari BNSP dan Kemenaker.
Setelah terbentuk standar kompetensinya, harus didorong juga lahirnya lembaga pelatihannya di samping Balai Latihan Kerja (BLK) yang sudah ada dan siapa yang mendirikan bisa dikerjasamakan investasi baik dengan swasta, supaya dapat memenuhi kompetensi yang dirumuskan dalam standar. Sekaligus membuat pelatihannya, lulusannya sesuai yang dibutuhkan industri. Karena standar kompetensi dibuat berdasarkan standar kompetensi industrinya.
Indonesia  perlu  untuk  segera  mempersiapkan  diri  menghadapai  Masyarakat  Ekonomi ASEAN yang sebentar  lagi akan diberlakukan di tahun 2015. Untuk itu perhatian pada peningkatan kualitas sumber daya manusia atau tenaga kerja menjadi sesuatu yang mendesak untuk dilakukan. Melalui program-program pengembangan dan perlindungan tenaga kerja yang utamanya dilakukan oleh  pemerintah  dengan  bantuan  dari  berbagai  pihak  seperti  para  akademisi  dan  pengusaha diharapkan  bisa  menghasilkan  tenaga  kerja  yang  berkualitas  dan  siap  bersaing  ketika  MEA diberlakukan di tahun 2015.

Daftar Pustaka
Forum Human Capital Indonesia  (2007).  Excellent People Excellent Business, Pemikiran Strategik Mengenai  Human  Capital  Indonesia.  Cetakan  Pertama.  Jakarta  :  Gramedia  Pustaka Utama.
Handoko, T. Hani (2014). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Cetakan Keduapuluh Satu. Yogyakarta : BPFE.
Hasibuan, Malayu S. P. (2008).  Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan Kesebelas. Jakarta :  Bumi Aksara.
Heidracman  Ranupandojo  dan  Suad  Husnan  (2002).  Manajemen  Personalia.  Cetakan  Kesepuluh. Yogyakarta : BPFE.
http://regional.kompasiana.com/2014/06/28/kesiapan-sumber-daya-manusia-sdm-indonesiamenyongsong-implementasi-masyarakat-ekonomi-asean-mea-2015-664888.html.28  June 2014
Pane,  Eva  Septiana  (2014).  Tinjauan  Kesiapan  SDM  /  Tenaga  Kerja  Indonesia  Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN. www.pusdiklat.kemenperin.go.id.
Prasetyo,  Bagus  (2014).  Menilik  Kesiapan  Dunia  Ketenagakerjaan  Indonesia  Menghadapi  MEA. Jurnal Rechts Vinding Online, Media Pembinaan Hukum Nasional.
Ruhana,  Eka  (2012).  Pengembangan  Kualitas  Sumber  Daya  Manusia  vs  Daya  Saing  Global. Jurusan Administrasi Bisnis FIA UB.
Wuryandani, Dewi (2014). Peluang dan Tantangan SDM Indonesia Menyongsong Era Masyarakat Ekonomi  ASEAN.  Jurnal  Info  Singkat  Ekonomi  dan  Kebijakan  Publik  Vol.  VI,  No. 17/I/P3DI/September/2014.

-----oOo-----


[1] Seminar Internasional “Inter-country work and exchange of labour for the AEC”, Kampus Panca Budi Medan, 14 – 15 )ktober 2016.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar