A. Pendahuluan
Indonesia
benar-benar menjadi pasar empuk narkotika, khususnnya sabu. Harga sabu di
Indonesia memang fantastis yaitu dua kali lipat dari harga di Malaysia dan
Tiongkok. Dengan kondisi gegrafis Indonesia yang sangat terbuka, maka Indonesia
kini secara perlahan tapi pasti juga mengalami pergeseran yang semula tempat
transit, kini menjadi negara tujuan, bahkan bisa bertambah peran yaitu menjadi
"gudang" atas narkoba dengan tujuan Australia. Hal tersebut karena
harga sabu di Australia dua kali lipat lebih mahal dari Indonesia. Di antara
pemain utama di Australia saat ini berasal dari Vietnam, dan dengan alasan
disparitas harga yang besar dan letak posisi geografis Indonesia sebagai negara
besar terdekat dengan Australia, maka jaringan narkotika Indonesia mempunyai
peluang lebih dalam penyelundupan narkotika ke Australia.
Dengan
total penduduk sekitar 270 juta jiwa, Indonesia adalah pasar besar bagi
pengedar narkoba. Secara ekonomi, bisnis gelap narkoba sangat menggiurkan.
Berdasarkan wawancara dengan seorang bandar narkoba dari Sumatera Utara, alasan
keuntungan yang besar dan cepat adalah alasan utama. Dalam waktu satu minggu,
bandar tersebut dapat menjual sabu minimal total 1 kg. Keuntungan bersih per kg
adalah 400 juta. Dengan penjualan minimum per 50 gr seharga 50-52 juta.
Sedangkan harga per 1 kg sabu di Malaysia adalah 500 juta. Menurut
pengakuannya, menyelundupkan sabu dari Malaysia ke Sumatera Utara cukup mudah
karena adanya Kapal penumpang secara langsung dari pelabuhan kecil Indonesia
dan Malaysia.
Troels
Vester adalah koordinator lembaga PBB untuk kejahatan narkoba, UNODC (United Nations Office on Drugs dan Crime,
menyatakan “Diperkirakan ada sekitar 3,7 juta sampai 4,7 juta orang pengguna
narkoba di Indonesia. Ini data tahun 2011. Sekitar 1,2 juta orang adalah pengguna
crystalline methamphetamine dan sekitar 950.000 pengguna ecstasy. Sebagai
perbandingan, ada 2,8 juta pengguna cannabis dan sekitar 110.000 pecandu
heroin.” Troels Vester juga mengatakan, bisa dikatakan bahwa Indonesia
sekarang telah menjadi salah satu jalur utama dalam perdagangan obat bius.
Banyak obat bius diperdagangkan dan diselundupkan oleh sindikat internasional
yang terorganisasi, terutama karena ada permintaan cukup tinggi dan Indonesia
punya populasi muda yang besar dan menjadi pasar narkoba yang besar juga.
Indonesia sendiri sudah membuat banyak kemajuan dalam beberapa tahun terakhir
dan menyita narkotika dan obat bius illegal dalam jumlah besar yang masuk dari
luar negeri. Terutama bahan-bahan methamphetamine, yang di Indonesia dikenal dengan
sebutan "sabu-sabu".
Organisasi
sindikat obat bius ini sangat rapih dan beroperasi dari beberapa negara. Mereka
memanfaatkan pengawasan perbatasan yang lemah, karena banyak kapal yang bisa
beroperasi melewati laut tanpa pengawasan. Methampetamine akhir-akhir ini
diproduksi langsung dalam jumlah besar di Indonesia, tapi banyak juga yang
didatangkan lewat Cina, Filipina dan Iran. Pintu masuk utama ke Indonesia
adalah pelabuhan-pelabuhan di Jakarta, Batam, Surabaya dan Denpasar.
Crystalline Methampetamine terutama masuk dari Malaysia dan diselundupkan ke
Aceh, Medan dan daerah lain di Sumatra.
Berangkat
dari data diatas yang menunjukan adanya
peningkatan pecandu dan penyalahguna
yang direhabilitasi berbanding
dengan penurunan prosentase
prevalensi angka penyalahguna,
maka langkah yang akan diambil BNN ke depan adalah upaya menghentikan
penyalahgunaan Narkotika dengan
membendung imun masyarakat
terhadap penyalahgunaan Narkotika dan mempersempit ruang peredarannya. Selain
peningkatan kemampuan di
daerah rawan penyalahgunaan Narkoba,
BNN melalui BNN Provinsi
juga telah membentuk
satgas anti Narkoba
di seluruh daerah
di Indonesia dengan total
18.544 orang yang terdiri dari pelajar, mahasiswa, swasta,
instansi pemerintah, dan masyarakat.
Melalui pemberdayaan masyarakat diharapkan akan menjadi sebuah strategi
jitu dalam menciptakan kondisi masyarakat yang kondusif dan meningkatkan angka partisipatif
masyarakat sehingga secara
otomatis akan mempersempit
ruang dari bahaya penyalahgunaan
maupun peredaran gelap Narkotika.
Namun demikian,
BNN menyadari sepenuhnya
bahwa penghentian kejahatan Narkotika adalah sebuah upaya yang harus dilakukan
secara holistik. Oleh karenanya, di samping melakukan berbagai upaya ke dalam,
BNN juga melakukan berbagai upaya ke luar dengan menjalin kerja sama dengan
berbagai instansi, organisasi, maupun negara-negara lain.
BNN
juga aktif turut serta dalam pertemuan-pertemuan regional maupun internasional
terkait dengan pemberantasan dan penyalahgunaan obat terlarang. Sebuah bentuk
konkret dari partisipatif BNN dalam pemberantasan peredaran gelap Narkotika di
wilayah regiona l yakni dipercaya sebagai tuan rumah dalam menyelenggarakan
Bali Meeting on ASOD Work Plan : Securing
ASEAN Community Against
Illicit Drugs 2016 – 2025
yang dihadiri oleh seluruh perwakilan dari negara ASEAN. Kegiatan
tersebut membahas mengenai perumusan ASEAN work plan, dimana salah satu hasilnya
yakni memperkuat kerja
sama pada tataran
bilateral dalam hal
sharing informasi dan intilijen
dalam pengungkapan sindikat
Narkotika Internasional. Melalui berbagai upaya
yang telah, sedang,
dan akan dilakukan
tersebut, BNN berharap
dapat membebaskan Indonesia dari kondisi darurat Narkoba dengan
menciptakan generasi sehat, generasi yang bebas dari Narkoba.
Mengatasi
peredaran gelap dan penyalahgunaan Narkotika adalah tanggung jawab
bersama, oleh karena
itu harus menjadi
musuh bersama. Aparat
pemerintah harus bersinergi, menyatukan
kekuatan untuk menghadapi kejahatan ini. Apalagi melihat kondisi saat ini
yang sebentar lagi
akan diberlakukan Masyarakat
Ekonomi ASEAN, karena Indonesia merupakan bagian dari ASEAN
Community sehingga semua aparat negara dan semua elemen masyarakat
harus mewaspadai ini.
Jangan sampai kemudahan
dalam ASEAN Community ini dimanfaatkan oleh mafia Narkotika
Internasional dan Nasional untuk menyelundupkan Narkotika ke Indonesia.
BNN terus
berupaya mengungkap kasus
peredaran gelap Narkotika serta
meringkus jaringan sindikat
Narkotika baik nasional maupun internasional. Dalam
menumpas kejahatan Narkotika,
BNN kerap bekerja
sama dengan penegak hukum baik nasional maupun internasional, seperti
Bea dan Cukai, Kepolisian, TNI,
hingga NNCC (China National Narcotics
Control Commision), AFP (Australia), DEA (Amerika), Kepolisian Hongkong, dan
Kepolisian Di Raja Malaysia.
Selain mengungkap
Tindak pidana Narkotika,
BNN juga mengungkap
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait
bisnis peredaran gelap
Narkotika. Adapun
rekapitulasi kasus Tindak Pidana
Narkotika dan TPPU terkait Narkotika yang diungkap BNN sepanjang tahun 2015 adalah
sebagai berikut :
Tabel
1 : Kasus dan Tersangka
Jumlah
Kasus
|
Jumlah
Kasus P21
|
Jumlah
Tersangka
|
|
Tindak Pidana Narkotika
|
90
|
75
|
188
|
Tindak Pidana Pencucian Uang
|
12
|
7
|
14
|
JUMLAH
|
102
|
82
|
202
|
Sumber : Humas BNN, 2015
Tabel
2 : Klasifikasi Tersangka; Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kewarganegaraan
Jenis
Kelamin
|
Kewarganegaraan
|
|||
Laki-Laki
(L)
|
Perempuan
(P)
|
WNI
|
WNA
|
|
Tindak Pidana Narkotika
|
153
|
35
|
160
|
28
|
Tindak Pidana Pencucian Uang
|
13
|
1
|
14
|
-
|
JUMLAH
|
Sumber
: Humas BNN, 2015
Di samping
upaya pencegahan, upaya
pemberdayaan masyarakat juga
akan dijadikan sebagai salah satu
langkah alternatif yang akan menjadi fokus dalam penekanan laju peredaran gelap
Narkotika di Indonesia. Tercatat pada
tahun 2015 sebanyak 350 wargadi
wilayah rawan dan
rentan penyalahgunaan Narkoba
telah mendapatkan pelatihan peningkatan kemampuan
sebagai upaya pemberdayaan
masyarakat dalam peningkatan lifeskill.
Selain
peningkatan kemampuan di
daerah rawan penyalahgunaan Narkoba,
BNN melalui BNN Provinsi
(BNNP) juga telah
membentuk satgas anti
Narkoba di seluruh
daerah di Indonesia dengan
total 18.544 orang
yang terdiri dari pelajar, mahasiswa, swasta, instansi pemerintah, dan
masyarakat. Melalui pemberdayaan
masyarakat diharapkan akan menjadi sebuah strategi jitu dalam menciptakan
kondisi masyarakat yang kondusif dan
meningkatkan angka partisipatif masyarakat
sehingga secara otomatis
akan mempersempit ruang
dari bahaya penyalahgunaan maupun peredaran gelap Narkotika. Namun demikian,
BNN menyadari sepenuhnya
bahwa penghentian kejahatan Narkotika adalah sebuah upaya yang harus dilakukan
secara holistik. Oleh karenanya, di samping melakukan berbagai upaya ke dalam,
BNN juga melakukan berbagai upaya ke luar dengan menjalin kerja sama dengan
berbagai instansi, organisasi, maupun negara-negara lain.
B.
Landasan
Teori Pencegahan
Program
pencegahan penyalahgunaan Narkotika bertujuan untuk mencegah, memperlambat atau
mengurangi timbulnya masalah yang akibat penyalahgunaan obat terlarang;
misalnya timbulnya berbagai penyakit penyerta dan psikopatologi.[2] Dalam
bidang narkotika dan obat terlarang, atau selanjutnya disebut sebagai ‘obat’,
kepercayaan diri para profesional harus dibentuk atas keyakinan seperti yang
dikatakan oleh Alan I Leshner,
Direktur National Institute on Drug
Abuse: “drug abuse is a preventable behaviour and drug dependence is a
treatable disease.”
Bila
kita setuju dengan pendapat tersebut, barulah kita dapat menyelami lebih jauh.
Perlu diketahui bahwa upaya pengobatan ketergantungan narkotika sangat sulit,
terutama dalam fase pencegahan kekambuhan.[3] Oleh
sebab itu, bila kita dapat mencegah sebelum terjadi ketergantungan, hasilnya
akan lebih memuaskan, baik dari segi kesehatan maupun biaya. Upaya pencegahan komprehensif dengan kemauan
politik yang kuat, dan dilaksanakan oleh semua lapisan masyarakat baik di media
masa, rumah, sekolah, pekerjaan, tempat rekreasi, dan berbagai tempat sosial
disertai pemantauan dan pengobatan faktor personal-sosial masingmasing keluarga
dan individu merupakan hal ideal.
Sayangnya
hal ini masih jauh dan sulit dicapai, bahkan di negara maju sekalipun. Apa yang
dapat dilakukan saat ini di Indonesia? Dr. Sudirman, Direktur RSKO (RS
Ketergantungan Obat) pernah menyampaikan
“Saat ini yang dapat dilakukan adalah bahwa setiap keluarga harus
menjaga keluarga dan anak-anak sendiri.” Hal ini merupakan suatu tantangan.
Apakah tidak mungkin kita membuat suatu program pencegahan yang baik?
- Pencegahan Berdasarkan Intuisi; Salah satu ciri khas dari program ini adalah menggunakan testimonial, berupa menampilkan eks pengguna untuk mempresentasikan ceritanya serta menjelaskan kehancuran karena adiksi. Secara intuisi dan logika, banyak orang berpendapat bahwa penggunaan obat disebabkan kurangnya rasa percaya diri, sehingga program pencegahan dilakukan untuk memperbaiki rasa percaya diri. Suatu program intuitif yang dilakukan secara besar-besaran misalnya proyek DARE (drug abuse resistance education) di Amerika, dilakukan oleh polisi tanpa seragam di sekolah-sekolah. Setiap tahun DARE dilakukan terhadap 51/2 juta anak di 50 negara bagian.
- Pencegahan Berdasarkan Teori; Pencegahan berdasarkan teori ini menekankan perlunya membentuk kemampuan personal-sosial seseorang untuk melawan tekanan dari lingkungan dan teman untuk menggunakan obat. Mereka harus belajar norma yang benar, belajar menolak dan belajar keterampilan sosial. Model sosio-kultural dilakukan berdasarkan asumsi bahwa perubahan dalam pengetahuan akan menyebabkan perubahan norma sosial[4]. Bila seseorang diberi pengetahuan mengenai penyalahgunaan obat, maka ia akan menghindari penggunaan obat terlarang.
Tidak
ada metode pencegahan yang sempurna, yang dapat diterapkan untuk seluruh
populasi. Populasi yang berbeda memerlukan tindakan pencegahan yang berbeda
pula. Pembagian metode pencegahan adalah :
a. Pencegahan
universal, ditujukan untuk populasi umum baik untuk keluarga maupun anak.
b. Pencegahan
selektif, ditujukan bagi keluarga dan anak dengan risiko tinggi. Risiko
tersebut dapat berupa risiko demografis, lingkungan psiko-sosial dan biologis.
c. Pencegahan
terindikasi, ditujukan terhadap kasus yang mengalami berbagai faktor risiko
dalam suatu keluarga yang disfungsional.
Untuk masing-masing tipe pencegahan tersebut, upaya
pencegahan dapat dilakukan di kampus, sekolah, keluarga, komunitas, tempat
kerja, saat rekreasi, kegiatan agama, dan lain-lain. Usaha pencegahan dapat
ditujukan untuk anak sendiri atau orang tua dan lingkungannya.
C.
Karakteristik
Penyalahgunaan Narkoba
Prevalensi
penyalahguna narkoba saat ini sudah mencapai 3.256.000 jiwa dengan estimasi
1,5% penduduk Indonesia adalah penyalahguna narkoba. Maraknya peredaran narkoba
di Indonesia merugikan keuangan negarasebesar Rp. 12 triliun setiap tahunnya.
Data yang diperoleh dari BNN menyebutkan 15.000 orang meninggal akibat
penyalahgunaan narkoba. Dari jumlah tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa 40
nyawa per hari harus melayang akibat narkoba. Di sisi lain, data nasional dari
Badan Narkotika Nasional RI yang diperbaharui pada tanggal 20 Januari 2008 oleh
Tim Data Puslitbang dan Info BNN menunjukkan hal-hal sebagai berikut : Berdasarkan jumlah kasus diketahui adanya
peningkatan tindak pidana narkoba di Indonesia setiap tahun. Peningkatan paling
tinggiterjadi pada tahun 2005 (93.3 %), kemudian pada tahun 2006 peningkatan
kasus menurun menjadi 6.8 % dan pada tahun 2006 meningkat lagi menjadi 19.4 %.
Rata-rata
peningkatan selama kurun waktu 2001 2007 adalah 29.29 % atau sekitar 11.000
orang. Berdasarkan rata-rata data tersebut diperkirakan pada tahun 2008 ini
juga akan bertambah sekitar 11.000 orang. Jumlah ini kemungkinan lebih besar
bila melihat data dari tahun 2001 2007, hanya dua kali terjadi jumlah
peningkatan yang lebih kecil dari tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2004 (17.8
%) setelah sebelumnya, pada tahun 2003 terjadi peningkatan sebesar 90.3 %, dan
pada tahun 2006 sebesar 6.8% setelah
sebelumnya (tahun 2005) terjadi peningkatan sebesar 93.3 %. Usia pengguna
sebanyak 92.16 % berusia antara 20 - > 29 tahun, dengan rincian : usia 20 24
sebesar 25.25 %, usia 25 29 sebesar 26.16% dan usia > 29 tahun sebesar 40.75
%. Sementara yang berusia < 16 tahun berjumlah 0.51 % dan yang berusia 16 19
tahun berjumlah 7.32 %. Latar belakang pendidikan pengguna yang paling tinggi,
62.33 % berpendidikan SLTA, 23.39 % berpendidikan SLTP, 10.3 % berpendidikan SD
dan 3.98 % berpendidikan perguruan tinggi. Bila didasarkan pada data usia, maka
pengguna yang berpendidikan SD, SLTP maupun SLTA tidak selalu berada dalam usia
remaja, tapi justru cenderung di luar usia remaja, yaitu usia 20 tahun ke atas.
Latar belakang pekerjaan , jumlah
terbanyak terdapat pada karyawan swasta (39.6 %), menyusul pengangguran (23,28
%), buruh (18.091 %) dan Wiraswasta (14.06 %) . Pelajar hanya menunjukkan angka
2.17 % dan mahasiswa sebesar 2.61 %. Serta petani sebesar 1.85 %. Jumlah yang
dikategorikan kecil disandang oleh Polri & TNI sebesar 0.72 % dan PNS
sebesar 0.55 % penyalahgunaan narkoba 99.58 % adalah warga negara Indonesia.
Data
di atas menunjukkan bahwa penyalahgunanarkoba ternyata berasal dari berbagai
usia, berbagai jenis pekerjaan maupun latar belakang pendidikan. Pengguna
terbanyak ternyata lebih banyak berasal dari usia 20 tahun ke atas dan sudah bekerja maupun
pengangguran. Jumlah pengguna yang berusia kurang dari 20 tahun dan berstatus
pelajar jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan kelompok di atas. Ini
mengandung arti bahwa usia 20 tahun ke atas sangat perlu diwaspadai karena
ternyata merupakan penyumbang paling utama bagi angka peningkatan kasus
penyalahgunaan narkoba. Ini juga berarti bahwa upaya pencegahan tidak hanya
dilakukan pada usia remaja saja, tapi usia 20 tahun ke atas justru harus
mendapat perhatian lebih banyak.
D.
Upaya
Mengerakkan Pencegahan
Aspek
preventif harus mendapat perhatian mengingat bahwa dalam hitungan di atas kertas baru sebagian kecil warga masyarakat
yang terjerumus sebagai pengguna narkoba, sebagian besar lagi sebenarnya masih
bisa diselamatkan. Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba yang selama ini dilakukan
melalui program Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkotika (P4GN), yaitu mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba dengan
meningkatkan kapasitas kelembagaan lintas bidang terkait, meningkatkan kualitas
individu aparat, serta menumbuhkan kesadaran, kepedulian dan peran serta aktif
seluruh komponen masyarakat melalui lembaga swadaya masyarakat (LSM), lembaga
keagamaan, organisasi kemasyarakatan, tokoh masyarakat, pelajar, mahasiswa dan
pemuda, pekerja, serta lembaga-lembaga lainnya yang ada di masyarakat
(Pendidikan, Kesehatan sosial, Sosial-Akhlak, Sosial-pemuda & Olah Raga, Ekonomi-TenagaKerja).
Strategi
pencegahan meliputi Strategi pre-emtif (Prevensi Tidak Langsung), merupakan
pencegahan tidak langsung yaitu, menghilangkan atau mengurangi faktor-faktor
yang mendorong timbulnya kesempatan atau peluang untuk melakukan penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkoba, dengan menciptakan kesadaran, kepedulian,
kewaspadaan, dan daya tangkal masyarakat dan terbina kondisi, prilaku dan hidup
sehat tanpa narkoba.
Strategi
Nasional BNN dalam Usaha Promotif dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan
pembinaan dan pengembangan lingkungan masyarakat bebas narkoba, pembinaan dan
pengembangan pola hidup sehat, beriman, kegiatan positif, produktif,
konstruktif dan kreatif.
Strategi
nasional BNN untuk komunikasi, Informasi dan Pendidikan Pencegahan. Pencegahan
penyalahgunaan narkoba terutama diarahkan kepada generasi muda (anak, remaja,
pelajar, pemuda, dan mahasiswa). Penyalahgunaan sebagai basil interaksi
individu yang kompleks dengan berbagai elemen darilingkungannya, terutama
dengan orang tua, sekolah, lingkungan masyarakat dan remaja pemuda lainnya.
Oleh karena itu, Strategi Informasi dan Pendidikan Pencegahan dilaksanakan
melalui 7 (Tujuh) jalur yaitu :
a.
Keluarga, dengan sasaran orang tua, anak,
pemuda, remaja dan anggota keluarga lainnya;
b.
Pendidikan, sekolah maupun luar sekolah dengan
kelompok sasaran gurutenaga pendidikan dan peserta didik warga belajar baik
secara kurikuler maupun ekstrakurikuler;
c.
Lembaga keagamaan, dengan sasaran pemuka-pemuka
agama dan umatnya;
d.
Organisasi sosial kemasyarakatan, dengan sasaran
remaja/pemuda dan masyarakat;
e.
Organisasi Wilayah Pemukiman (LKMD, RT, RW),
dengan sasaran warga terutama pemuka masyarakat dan remaja setempat;
f.
Unit-unit kerja, dengan sasaran Pimpinan,
Karyawan dan keluargannya;
g.
Media massa, baik elektronik, cetak dan Media
Interpersonal (Talk show dan dialog interaktif), dengan sasaran luas maupun
individu.
Strategi
Nasional BNN untuk Golongan Beresiko Tinggi. Strategi ini disiapkan khusus
untuk remaja pemuda yang beresiko tinggi, yaitu mereka yang mempunyai banyak
masalah, yang dengan edukasi preventif saja tidak cukup karena tidak menyentuh
permasalahan yang mereka alami. Pada umumnya masalah-masalah tersebut,
menyangkut kehidupan keluarga putus sekolah, putus pacar, kehamilan di
luarnikah, tekanan kelompok sebaya (peer group), gelandangan dan anak
terlantar, dan lain-lain.
Strategi
Nasional BNN untuk partisipasi Masyarakat, merupakan strategi pencegahan
berbasis masyarakat, sebagai upaya untuk menggugah, mendorong dan menggerakan
masyarakat agar sadar, peduli, dan aktif dalam melakukan pencegahan terhadap
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Kekuatan-kekuatan di dalam
masyarakat dimobilisir untuk secara aktif menyelenggarakanprogram-program di
bidang-bidang tersebut di atas.
Ukuran
keberhasilan pelaksanaan pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkoba ditunjukan oleh pencapaian indikator kinerja sebagai
berikut: meningkatkan kesadaran masyarakat umum tentang bahaya penyalahgunaan
Narkoba; Meningkatnya pengetahuan masyarakat umum tentang bahaya penyalahgunaan
Narkoba; Terjadinya perubahan sikap masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan
Narkoba; Meningkatnya ketrampilan masyarakat terhadap penyalahgunaan Narkoba;
Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam penanggulangan bahaya penyalahgunaan
Narkoba.
Upaya
preventif memiliki nilai strategis bagi pencegahan penyebarluasan
penyalahgunaan narkoba karena memiliki peran penting untuk memotong lingkaran
penyebaran penyalahgunaan narkoba. Peran penting ini juga terlihat dari
kelebihan kelebihan yang dimiliki upaya preventif antara lain karena daya
jangkau lebih luas, kemudahan untuk mengakses materi pencegahan karena media
yang digunakan sangat beragam dan bisa dilakukan oleh siapa saja; biaya
penyelenggaraan lebih murah karena dengan penyelenggaraan beberapa kali saja
dapat menjangkau jumlah yang berlipat ganda sebagai akibat dari upaya
"multi level marketing" yang dilakukan oleh sasaran pencegahan. Bila
jumlah yang dijangkau lebih banyak dari biaya yang dikeluarkan, secara ekonomis
dapat dikatakan relatif murah.
E.
Gerakan
Asosiasi Relawan Perguruan Tinggi Anti Penyalahgunaan Narkoba (ARTIPENA)
Asosiasi
Relawan Perguruan Tinggi Anti Penyalahgunaan Narkoba (ARTIPENA) lahir atas
keprihatinan terhadap pertumbuhan dan perkembangan penyalahgunaan narkoba di
Indonesia. Secara Nasional ARTIPENA berdiri 27 Januari 2016. Sedangkan di
Sumatera Utara ARTIPENA di deklarasikan pada tanggal 23 Mei 2016, dengan visi
“menjadi asosiasi strategis relawan antar Perguruan Tinggi dalam pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika (P4GN) yang memiliki
jaringan dan wawasan global.”
Dalam
pencegahan penyalahgunaan narkoba, perguruan tinggi berperan selaku agen
perubahan yang melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan
sikap masyarakat tentang bahaya penyalahgunaan Narkoba; meningkatkan
keterampilan masyarakat untuk melakukan pencegahan terhadap penyalahgunaan
Narkoba; meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mencegah penyalahgunaan
Narkoba. Sebagai agen perubahan, perguruan tinggi sekurang-kurangnya memiliki
tiga peran, yaitu selaku sumber ilmu pengetahuan, kontributor, serta
implementator. Sebagai sumber ilmu pengetahuan, di lingkungan perguruan tinggi
terdapat manusia terdidik yang memiliki kemampuan akademik untuk memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan dan teknologi serta mengembangkan dan menyebarluaskan
ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.
Peran
sebagai kontributor, artinya perguruan tinggi menyumbangkan kemampuannya itu
untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Terakhir, peran selaku
implementator, perguruan tinggi memiliki kemampuan dan kewenangan untuk
menerapkan langsung ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut dalam kehidupan
masyarakat. Dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba, hubungan antara
pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat atau Tri Dharma
Perguruan Tinggi, dapat dilakukan secara optimal melalui kegiatan yang
salingmendukung. Dalam gambar berikut ini dapat dilihat kegiatan yang dapat
dilakukan ketiganya sehingga masing-masing dapat melaksanakan kegiatan secara
optimal dan hasilnya pun diharapkan akan optimal.
Gambar
1 : Hubungan Tri Dharma Perguruan Tinggi Dalam Pencegahan Penyalahgunaan
Narkoba
Pada
gambar 1 di atas terlihat bahwa dalam kegiatan pengajaran, materi pencegahan
penyalahgunaan narkoba dapat diintegrasikanke dalam materi perkuliahan yang
memiliki relevansi dengan penyalahgunaan narkoba. Misalnya, Fakultas Hukum
memasukkan materi narkoba dalam materi perkuliahan Hukum Pidana. Pada Program
Studi Pendidikan Luar Sekolah diintegrasikan dalam materi perkuliahan
Kependudukan dan Masalah Sosial.
Dalam
pembahasan ataupun diskusi materi perkuliahan tersebut dapat muncul berbagai
pertanyaan terhadap fenomena yang terjadi saat ini dan pemecahannya melalui
konsep, teori maupun peraturan hukum yang ada. Hal ini dapat mendorong dosen
maupun mahasiswa untuk melakukan penelaahan lebih jauh secara empirik melalui
penelitian atau melalui kajian-kajian ilmiah. Penelitian atau kajian ilmiah
tersebut dapat dikaitkan dengan berbagai aspek penyalahgunaan narkoba dan dapat
dilakukan oleh dosen maupun mahasiswa. Misalnya penelitian tentang dampak
ekonomipenderita HIV/Aids, atau penyalahgunaan narkoba di lingkungan
pendidikan, atau penerapan UU narkotika.
Selanjutnya,
basil penelitian atau kajian dapat dipublikasikan melalui berbagai media yang
ada di kampus maupun di luar kampus. Misalnya dipublikasikan melalui jurnal
ilmiah, majalah populer, seminar, blog, seminar, talk show, lokakarya, dan
lain-lain. Publikasi hasil penelitian maupun kajian ini pun dapat menjadi bahan
pengayaan materi perkuliahan yang akan memunculkan pertanyaan-pertanyaan baru
lagi untuk ditindaklanjuti penelitian atau kajian-kajian lainnya. Disamping itu, hasil penelitian yang memungkinkan
untuk diterapkan, dapat ditindaklanjut dengan kegiatan pengabdian kepada
masyarakat dalam bentuk sosialisasi, pelatihan, pengembangan, konsultasi,
publikasi dan lain-lain.
- Rekomendasi dan Usulan
1.
Peran perguruan tinggi sebagai sumber ilmu
pengetahuan, kontributor dan implementator dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat lebih dipertegas lagi dengan perannya selaku agen perubahan, yaitu
sebagai konseptor, inovator, evaluator, fasilitator, dan advokat. Melalui
peran-peran inilah, berbagaibentuk pencegahan penyalahgunaan narkoba diwujudkan
oleh dosen, mahasiswa maupun kelompok-kelompok masyarakat dampingan perguruan
tinggi. Melalui peran ini juga perguruan tinggi dapat menunjukkan bahwa
keberadaannya bukanlah 'menara gading' yang tidak terjangkau masyarakat namun
sebagai agen perubahan (agent of change) yang dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat.
2.
Pencegahan ditujukan untuk mengurangi faktor
risiko dan meningkatkan faktor proteksi dari individu, keluarga dan
lingkungannya. Tugas dari Perguruan Tinggi adalah mengawasi adanya factor
risiko tersebut, mengatasinya atau merujuknya kepada BNN. Harus diingat bahwa
faktor risiko dan factor proteksi dapat berlainan dan berubah-ubah sesuai nilai
sosial-budaya dan fase pertumbuhan-perkembangan lingkungan.
3.
Partisipasi Masyarakat, merupakan strategi
pencegahan berbasis masyarakat, sebagai upaya untuk menggugah, mendorong dan
menggerakan masyarakat agar sadar, peduli, dan aktif dalam melakukan pencegahan
terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Kekuatan-kekuatan di dalam
masyarakat dimobilisir untuk secara aktif menyelenggarakanprogram-program.
4.
Pengadilan khusus kasus narkoba ditangani di
pengadilan narkoba terkhusus seperti di KPK ada pengadilan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor).
5.
Perlu saling membagi informasi tentang program
dan pengalaman di antara sesama anggota ARTIPENA maupun organisasi masyarakat
lain tentang bagaiman cara untuk menjangkau para pemuda, dan kelompok-kelompok
masyarakat yang memiliki resiko tinggi menjadi penyalahguna narkoba yang di fasilitasi
BNNP secara berkala.
6.
Perlu ada website khusus tentang group
pencegahan penyalahgunaan narkotika sebagai wadah pertukaran informasi, ide,
dan pengalaman tentang berbagai program dan intervensi di bidang pencegahan
sesama komponen atau komunitas anti narkotika di Sumatera Utara.
-----oOo-----
[1] Disampaikan dalam acara FGD Dalam Rangka Penyusunan Grand Design BNN;
Hotel Aryaduta, Medan, 29 September 2016.
[2] Ashery RS, Robertson EB, Kumpfer KL. Drug abuseprevention through
family intervention. NIDA Research Monographs 177, 1998
[3]
Pusponegoro HD, Mustafa I, Kairupan R. Pencegahan kambuh jangka panjang
adiksi heroin dengan antagonis opiat. Makalah dipresentasikan pada KONIKA XI,
Bukittinggi, 1999
[4]
Gonzales GM, Clement VV. Preventing substance abuse in
higher education. US Department of Education, 1994
Casino City in New Jersey, 0.23 mi (0.93 km) from
BalasHapusCasino 광주 출장안마 City, near Casino City Crossroads, offers a 남양주 출장샵 casino experience 양산 출장마사지 along Nearby Nearby Casino City 보령 출장샵 Crossroads Casino. The Casino is a casino 평택 출장마사지 on