Jumat, 18 November 2016

Mewujudkan Peran BNN Secara Optimal dalam Pelaksanaan Fungsi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba


A.      Pendahuluan

Indonesia benar-benar menjadi pasar empuk narkotika, khususnnya sabu. Harga sabu di Indonesia memang fantastis yaitu dua kali lipat dari harga di Malaysia dan Tiongkok. Dengan kondisi gegrafis Indonesia yang sangat terbuka, maka Indonesia kini secara perlahan tapi pasti juga mengalami pergeseran yang semula tempat transit, kini menjadi negara tujuan, bahkan bisa bertambah peran yaitu menjadi "gudang" atas narkoba dengan tujuan Australia. Hal tersebut karena harga sabu di Australia dua kali lipat lebih mahal dari Indonesia. Di antara pemain utama di Australia saat ini berasal dari Vietnam, dan dengan alasan disparitas harga yang besar dan letak posisi geografis Indonesia sebagai negara besar terdekat dengan Australia, maka jaringan narkotika Indonesia mempunyai peluang lebih dalam penyelundupan narkotika ke Australia.

Dengan total penduduk sekitar 270 juta jiwa, Indonesia adalah pasar besar bagi pengedar narkoba. Secara ekonomi, bisnis gelap narkoba sangat menggiurkan. Berdasarkan wawancara dengan seorang bandar narkoba dari Sumatera Utara, alasan keuntungan yang besar dan cepat adalah alasan utama. Dalam waktu satu minggu, bandar tersebut dapat menjual sabu minimal total 1 kg. Keuntungan bersih per kg adalah 400 juta. Dengan penjualan minimum per 50 gr seharga 50-52 juta. Sedangkan harga per 1 kg sabu di Malaysia adalah 500 juta. Menurut pengakuannya, menyelundupkan sabu dari Malaysia ke Sumatera Utara cukup mudah karena adanya Kapal penumpang secara langsung dari pelabuhan kecil Indonesia dan Malaysia.

Troels Vester adalah koordinator lembaga PBB untuk kejahatan narkoba, UNODC (United Nations Office on Drugs dan Crime, menyatakan “Diperkirakan ada sekitar 3,7 juta sampai 4,7 juta orang pengguna narkoba di Indonesia. Ini data tahun 2011. Sekitar 1,2 juta orang adalah pengguna crystalline methamphetamine dan sekitar 950.000 pengguna ecstasy. Sebagai perbandingan, ada 2,8 juta pengguna cannabis dan sekitar 110.000 pecandu heroin.” Troels Vester juga mengatakan, bisa dikatakan bahwa Indonesia sekarang telah menjadi salah satu jalur utama dalam perdagangan obat bius. Banyak obat bius diperdagangkan dan diselundupkan oleh sindikat internasional yang terorganisasi, terutama karena ada permintaan cukup tinggi dan Indonesia punya populasi muda yang besar dan menjadi pasar narkoba yang besar juga. Indonesia sendiri sudah membuat banyak kemajuan dalam beberapa tahun terakhir dan menyita narkotika dan obat bius illegal dalam jumlah besar yang masuk dari luar negeri. Terutama bahan-bahan methamphetamine, yang di Indonesia dikenal dengan sebutan "sabu-sabu".

Organisasi sindikat obat bius ini sangat rapih dan beroperasi dari beberapa negara. Mereka memanfaatkan pengawasan perbatasan yang lemah, karena banyak kapal yang bisa beroperasi melewati laut tanpa pengawasan. Methampetamine akhir-akhir ini diproduksi langsung dalam jumlah besar di Indonesia, tapi banyak juga yang didatangkan lewat Cina, Filipina dan Iran. Pintu masuk utama ke Indonesia adalah pelabuhan-pelabuhan di Jakarta, Batam, Surabaya dan Denpasar. Crystalline Methampetamine terutama masuk dari Malaysia dan diselundupkan ke Aceh, Medan dan daerah lain di Sumatra.

Berangkat dari data diatas yang menunjukan adanya  peningkatan pecandu dan penyalahguna  yang  direhabilitasi  berbanding  dengan  penurunan  prosentase  prevalensi  angka penyalahguna, maka langkah yang akan diambil BNN ke depan adalah upaya menghentikan penyalahgunaan  Narkotika  dengan  membendung  imun  masyarakat  terhadap penyalahgunaan Narkotika dan mempersempit ruang peredarannya.  Selain  peningkatan  kemampuan  di  daerah  rawan  penyalahgunaan  Narkoba,  BNN melalui  BNN  Provinsi  juga  telah  membentuk  satgas  anti  Narkoba  di  seluruh  daerah  di Indonesia dengan total  18.544  orang  yang terdiri dari pelajar, mahasiswa, swasta, instansi pemerintah, dan masyarakat.  Melalui pemberdayaan masyarakat diharapkan akan menjadi sebuah strategi jitu dalam menciptakan kondisi masyarakat yang kondusif  dan meningkatkan angka  partisipatif  masyarakat  sehingga  secara  otomatis  akan  mempersempit  ruang  dari bahaya penyalahgunaan maupun peredaran gelap Narkotika.

Namun  demikian,  BNN  menyadari  sepenuhnya  bahwa  penghentian  kejahatan Narkotika  adalah sebuah upaya yang harus dilakukan secara holistik. Oleh karenanya, di samping melakukan berbagai upaya ke dalam, BNN juga melakukan berbagai upaya ke luar dengan menjalin kerja sama dengan berbagai instansi, organisasi, maupun negara-negara lain.

BNN juga aktif turut serta dalam pertemuan-pertemuan regional maupun internasional terkait dengan pemberantasan dan penyalahgunaan obat terlarang. Sebuah bentuk konkret dari partisipatif BNN dalam pemberantasan peredaran gelap Narkotika di wilayah regiona l yakni dipercaya sebagai tuan rumah dalam menyelenggarakan Bali Meeting on ASOD Work Plan  :  Securing  ASEAN  Community  Against  Illicit  Drugs  2016    2025  yang  dihadiri  oleh seluruh perwakilan dari negara ASEAN. Kegiatan tersebut membahas mengenai perumusan ASEAN work plan, dimana salah satu  hasilnya  yakni  memperkuat  kerja  sama  pada  tataran  bilateral  dalam  hal  sharing informasi  dan  intilijen  dalam  pengungkapan  sindikat  Narkotika  Internasional.  Melalui berbagai  upaya  yang  telah,  sedang,  dan  akan  dilakukan  tersebut,  BNN  berharap  dapat membebaskan Indonesia dari kondisi darurat Narkoba dengan menciptakan generasi sehat, generasi yang bebas dari Narkoba.

Mengatasi peredaran gelap dan penyalahgunaan Narkotika adalah tanggung jawab bersama,  oleh  karena  itu  harus  menjadi  musuh  bersama.  Aparat  pemerintah  harus bersinergi, menyatukan kekuatan untuk menghadapi kejahatan ini. Apalagi melihat kondisi saat  ini  yang  sebentar  lagi  akan  diberlakukan  Masyarakat  Ekonomi  ASEAN,  karena Indonesia merupakan bagian dari ASEAN Community sehingga semua aparat negara dan semua  elemen  masyarakat  harus  mewaspadai  ini.  Jangan  sampai  kemudahan  dalam ASEAN Community ini dimanfaatkan oleh mafia Narkotika Internasional dan Nasional untuk menyelundupkan Narkotika ke Indonesia.

BNN  terus  berupaya  mengungkap  kasus  peredaran gelap  Narkotika  serta  meringkus  jaringan  sindikat  Narkotika baik  nasional  maupun internasional.  Dalam  menumpas  kejahatan  Narkotika,  BNN  kerap  bekerja  sama dengan penegak hukum baik nasional maupun internasional, seperti Bea dan Cukai, Kepolisian,  TNI, hingga  NNCC (China National Narcotics Control Commision), AFP (Australia), DEA (Amerika), Kepolisian Hongkong, dan Kepolisian Di Raja Malaysia.

Selain  mengungkap  Tindak  pidana  Narkotika,  BNN  juga  mengungkap  Tindak Pidana  Pencucian  Uang  (TPPU)  terkait  bisnis  peredaran  gelap  Narkotika.  Adapun rekapitulasi  kasus Tindak Pidana Narkotika  dan TPPU  terkait Narkotika  yang diungkap BNN sepanjang tahun 2015 adalah sebagai berikut :
                                  Tabel 1 : Kasus dan Tersangka

Jumlah Kasus
Jumlah Kasus P21
Jumlah Tersangka
Tindak Pidana Narkotika
90
75
188
Tindak Pidana Pencucian Uang
12
7
14
JUMLAH
102
82
202
  Sumber : Humas BNN, 2015

       Tabel 2 : Klasifikasi Tersangka; Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kewarganegaraan

Jenis Kelamin
Kewarganegaraan
Laki-Laki (L)
Perempuan (P)
WNI
WNA
Tindak Pidana Narkotika
153
35
160
28
Tindak Pidana Pencucian Uang
13
1
14
-
JUMLAH




                         Sumber : Humas BNN, 2015


Di  samping  upaya  pencegahan,  upaya  pemberdayaan  masyarakat  juga  akan dijadikan sebagai  salah satu langkah alternatif yang akan menjadi fokus dalam penekanan laju peredaran gelap Narkotika  di Indonesia. Tercatat pada tahun 2015 sebanyak 350 wargadi  wilayah  rawan  dan  rentan  penyalahgunaan  Narkoba  telah  mendapatkan  pelatihan peningkatan  kemampuan  sebagai  upaya  pemberdayaan  masyarakat  dalam  peningkatan lifeskill.

Selain  peningkatan  kemampuan  di  daerah  rawan  penyalahgunaan  Narkoba,  BNN melalui BNN  Provinsi (BNNP)  juga  telah  membentuk  satgas  anti  Narkoba  di  seluruh  daerah  di Indonesia dengan total  18.544  orang  yang terdiri dari pelajar, mahasiswa, swasta, instansi pemerintah, dan masyarakat.  Melalui pemberdayaan masyarakat diharapkan akan menjadi sebuah strategi jitu dalam menciptakan kondisi masyarakat yang kondusif  dan meningkatkan angka  partisipatif  masyarakat  sehingga  secara  otomatis  akan  mempersempit  ruang  dari bahaya penyalahgunaan maupun peredaran gelap Narkotika. Namun  demikian,  BNN  menyadari  sepenuhnya  bahwa  penghentian  kejahatan Narkotika  adalah sebuah upaya yang harus dilakukan secara holistik. Oleh karenanya, di samping melakukan berbagai upaya ke dalam, BNN juga melakukan berbagai upaya ke luar dengan menjalin kerja sama dengan berbagai instansi, organisasi, maupun negara-negara lain.
B.      Landasan Teori Pencegahan

Program pencegahan penyalahgunaan Narkotika bertujuan untuk mencegah, memperlambat atau mengurangi timbulnya masalah yang akibat penyalahgunaan obat terlarang; misalnya timbulnya berbagai penyakit penyerta dan psikopatologi.[2] Dalam bidang narkotika dan obat terlarang, atau selanjutnya disebut sebagai ‘obat’, kepercayaan diri para profesional harus dibentuk atas keyakinan seperti yang dikatakan oleh Alan I Leshner, Direktur National Institute on Drug Abuse: “drug abuse is a preventable behaviour and drug dependence is a treatable disease.”

Bila kita setuju dengan pendapat tersebut, barulah kita dapat menyelami lebih jauh. Perlu diketahui bahwa upaya pengobatan ketergantungan narkotika sangat sulit, terutama dalam fase pencegahan kekambuhan.[3] Oleh sebab itu, bila kita dapat mencegah sebelum terjadi ketergantungan, hasilnya akan lebih memuaskan, baik dari segi kesehatan maupun biaya.  Upaya pencegahan komprehensif dengan kemauan politik yang kuat, dan dilaksanakan oleh semua lapisan masyarakat baik di media masa, rumah, sekolah, pekerjaan, tempat rekreasi, dan berbagai tempat sosial disertai pemantauan dan pengobatan faktor personal-sosial masingmasing keluarga dan individu merupakan hal ideal.

Sayangnya hal ini masih jauh dan sulit dicapai, bahkan di negara maju sekalipun. Apa yang dapat dilakukan saat ini di Indonesia? Dr. Sudirman, Direktur RSKO (RS Ketergantungan Obat) pernah menyampaikan  “Saat ini yang dapat dilakukan adalah bahwa setiap keluarga harus menjaga keluarga dan anak-anak sendiri.” Hal ini merupakan suatu tantangan. Apakah tidak mungkin kita membuat suatu program pencegahan yang baik?

  1. Pencegahan Berdasarkan Intuisi; Salah satu ciri khas dari program ini adalah menggunakan testimonial, berupa menampilkan eks pengguna untuk mempresentasikan ceritanya serta menjelaskan kehancuran karena adiksi. Secara intuisi dan logika, banyak orang berpendapat bahwa penggunaan obat disebabkan kurangnya rasa percaya diri, sehingga program pencegahan dilakukan untuk memperbaiki rasa percaya diri. Suatu program intuitif yang dilakukan secara besar-besaran misalnya proyek DARE (drug abuse resistance education) di Amerika, dilakukan oleh polisi tanpa seragam di sekolah-sekolah. Setiap tahun DARE dilakukan terhadap 51/2 juta anak di 50 negara bagian.

  1. Pencegahan Berdasarkan Teori; Pencegahan berdasarkan teori ini menekankan perlunya membentuk kemampuan personal-sosial seseorang untuk melawan tekanan dari lingkungan dan teman untuk menggunakan obat. Mereka harus belajar norma yang benar, belajar menolak dan belajar keterampilan sosial. Model sosio-kultural dilakukan berdasarkan asumsi bahwa perubahan dalam pengetahuan akan menyebabkan perubahan norma sosial[4]. Bila seseorang diberi pengetahuan mengenai penyalahgunaan obat, maka ia akan menghindari penggunaan obat terlarang.

Tidak ada metode pencegahan yang sempurna, yang dapat diterapkan untuk seluruh populasi. Populasi yang berbeda memerlukan tindakan pencegahan yang berbeda pula. Pembagian metode pencegahan adalah :

a.       Pencegahan universal, ditujukan untuk populasi umum baik untuk keluarga maupun anak.
b.      Pencegahan selektif, ditujukan bagi keluarga dan anak dengan risiko tinggi. Risiko tersebut dapat berupa risiko demografis, lingkungan psiko-sosial dan biologis.
c.       Pencegahan terindikasi, ditujukan terhadap kasus yang mengalami berbagai faktor risiko dalam suatu keluarga yang disfungsional.

Untuk masing-masing tipe pencegahan tersebut, upaya pencegahan dapat dilakukan di kampus, sekolah, keluarga, komunitas, tempat kerja, saat rekreasi, kegiatan agama, dan lain-lain. Usaha pencegahan dapat ditujukan untuk anak sendiri atau orang tua dan lingkungannya.


C.      Karakteristik Penyalahgunaan Narkoba

Prevalensi penyalahguna narkoba saat ini sudah mencapai 3.256.000 jiwa dengan estimasi 1,5% penduduk Indonesia adalah penyalahguna narkoba. Maraknya peredaran narkoba di Indonesia merugikan keuangan negarasebesar Rp. 12 triliun setiap tahunnya. Data yang diperoleh dari BNN menyebutkan 15.000 orang meninggal akibat penyalahgunaan narkoba. Dari jumlah tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa 40 nyawa per hari harus melayang akibat narkoba. Di sisi lain, data nasional dari Badan Narkotika Nasional RI yang diperbaharui pada tanggal 20 Januari 2008 oleh Tim Data Puslitbang dan Info BNN menunjukkan hal-hal sebagai berikut :  Berdasarkan jumlah kasus diketahui adanya peningkatan tindak pidana narkoba di Indonesia setiap tahun. Peningkatan paling tinggiterjadi pada tahun 2005 (93.3 %), kemudian pada tahun 2006 peningkatan kasus menurun menjadi 6.8 % dan pada tahun 2006 meningkat lagi menjadi 19.4 %.

Rata-rata peningkatan selama kurun waktu 2001 2007 adalah 29.29 % atau sekitar 11.000 orang. Berdasarkan rata-rata data tersebut diperkirakan pada tahun 2008 ini juga akan bertambah sekitar 11.000 orang. Jumlah ini kemungkinan lebih besar bila melihat data dari tahun 2001 2007, hanya dua kali terjadi jumlah peningkatan yang lebih kecil dari tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2004 (17.8 %) setelah sebelumnya, pada tahun 2003 terjadi peningkatan sebesar 90.3 %, dan pada tahun 2006 sebesar 6.8%  setelah sebelumnya (tahun 2005) terjadi peningkatan sebesar 93.3 %. Usia pengguna sebanyak 92.16 % berusia antara 20 - > 29 tahun, dengan rincian : usia 20 24 sebesar 25.25 %, usia 25 29 sebesar 26.16% dan usia > 29 tahun sebesar 40.75 %. Sementara yang berusia < 16 tahun berjumlah 0.51 % dan yang berusia 16 19 tahun berjumlah 7.32 %. Latar belakang pendidikan pengguna yang paling tinggi, 62.33 % berpendidikan SLTA, 23.39 % berpendidikan SLTP, 10.3 % berpendidikan SD dan 3.98 % berpendidikan perguruan tinggi. Bila didasarkan pada data usia, maka pengguna yang berpendidikan SD, SLTP maupun SLTA tidak selalu berada dalam usia remaja, tapi justru cenderung di luar usia remaja, yaitu usia 20 tahun ke atas.  Latar belakang pekerjaan , jumlah terbanyak terdapat pada karyawan swasta (39.6 %), menyusul pengangguran (23,28 %), buruh (18.091 %) dan Wiraswasta (14.06 %) . Pelajar hanya menunjukkan angka 2.17 % dan mahasiswa sebesar 2.61 %. Serta petani sebesar 1.85 %. Jumlah yang dikategorikan kecil disandang oleh Polri & TNI sebesar 0.72 % dan PNS sebesar 0.55 % penyalahgunaan narkoba 99.58 % adalah warga negara Indonesia.

Data di atas menunjukkan bahwa penyalahgunanarkoba ternyata berasal dari berbagai usia, berbagai jenis pekerjaan maupun latar belakang pendidikan. Pengguna terbanyak ternyata lebih banyak berasal dari usia  20 tahun ke atas dan sudah bekerja maupun pengangguran. Jumlah pengguna yang berusia kurang dari 20 tahun dan berstatus pelajar jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan kelompok di atas. Ini mengandung arti bahwa usia 20 tahun ke atas sangat perlu diwaspadai karena ternyata merupakan penyumbang paling utama bagi angka peningkatan kasus penyalahgunaan narkoba. Ini juga berarti bahwa upaya pencegahan tidak hanya dilakukan pada usia remaja saja, tapi usia 20 tahun ke atas justru harus mendapat perhatian lebih banyak.


D.      Upaya Mengerakkan Pencegahan

Aspek preventif harus mendapat perhatian mengingat bahwa dalam hitungan di atas  kertas baru sebagian kecil warga masyarakat yang terjerumus sebagai pengguna narkoba, sebagian besar lagi sebenarnya masih bisa diselamatkan. Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba yang selama ini dilakukan melalui program Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN), yaitu mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba dengan meningkatkan kapasitas kelembagaan lintas bidang terkait, meningkatkan kualitas individu aparat, serta menumbuhkan kesadaran, kepedulian dan peran serta aktif seluruh komponen masyarakat melalui lembaga swadaya masyarakat (LSM), lembaga keagamaan, organisasi kemasyarakatan, tokoh masyarakat, pelajar, mahasiswa dan pemuda, pekerja, serta lembaga-lembaga lainnya yang ada di masyarakat (Pendidikan, Kesehatan sosial, Sosial-Akhlak, Sosial-pemuda & Olah Raga, Ekonomi-TenagaKerja).

Strategi pencegahan meliputi Strategi pre-emtif (Prevensi Tidak Langsung), merupakan pencegahan tidak langsung yaitu, menghilangkan atau mengurangi faktor-faktor yang mendorong timbulnya kesempatan atau peluang untuk melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, dengan menciptakan kesadaran, kepedulian, kewaspadaan, dan daya tangkal masyarakat dan terbina kondisi, prilaku dan hidup sehat tanpa narkoba.

Strategi Nasional BNN dalam Usaha Promotif dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan pembinaan dan pengembangan lingkungan masyarakat bebas narkoba, pembinaan dan pengembangan pola hidup sehat, beriman, kegiatan positif, produktif, konstruktif dan kreatif.

Strategi nasional BNN untuk komunikasi, Informasi dan Pendidikan Pencegahan. Pencegahan penyalahgunaan narkoba terutama diarahkan kepada generasi muda (anak, remaja, pelajar, pemuda, dan mahasiswa). Penyalahgunaan sebagai basil interaksi individu yang kompleks dengan berbagai elemen darilingkungannya, terutama dengan orang tua, sekolah, lingkungan masyarakat dan remaja pemuda lainnya. Oleh karena itu, Strategi Informasi dan Pendidikan Pencegahan dilaksanakan melalui 7 (Tujuh) jalur yaitu :

a.       Keluarga, dengan sasaran orang tua, anak, pemuda, remaja dan anggota keluarga lainnya;
b.      Pendidikan, sekolah maupun luar sekolah dengan kelompok sasaran gurutenaga pendidikan dan peserta didik warga belajar baik secara kurikuler maupun ekstrakurikuler;
c.       Lembaga keagamaan, dengan sasaran pemuka-pemuka agama dan umatnya;
d.      Organisasi sosial kemasyarakatan, dengan sasaran remaja/pemuda dan masyarakat;
e.      Organisasi Wilayah Pemukiman (LKMD, RT, RW), dengan sasaran warga terutama pemuka masyarakat dan remaja setempat;
f.        Unit-unit kerja, dengan sasaran Pimpinan, Karyawan dan keluargannya;
g.       Media massa, baik elektronik, cetak dan Media Interpersonal (Talk show dan dialog interaktif), dengan sasaran luas maupun individu.

Strategi Nasional BNN untuk Golongan Beresiko Tinggi. Strategi ini disiapkan khusus untuk remaja pemuda yang beresiko tinggi, yaitu mereka yang mempunyai banyak masalah, yang dengan edukasi preventif saja tidak cukup karena tidak menyentuh permasalahan yang mereka alami. Pada umumnya masalah-masalah tersebut, menyangkut kehidupan keluarga putus sekolah, putus pacar, kehamilan di luarnikah, tekanan kelompok sebaya (peer group), gelandangan dan anak terlantar, dan lain-lain.

Strategi Nasional BNN untuk partisipasi Masyarakat, merupakan strategi pencegahan berbasis masyarakat, sebagai upaya untuk menggugah, mendorong dan menggerakan masyarakat agar sadar, peduli, dan aktif dalam melakukan pencegahan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Kekuatan-kekuatan di dalam masyarakat dimobilisir untuk secara aktif menyelenggarakanprogram-program di bidang-bidang tersebut di atas.

Ukuran keberhasilan pelaksanaan pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba ditunjukan oleh pencapaian indikator kinerja sebagai berikut: meningkatkan kesadaran masyarakat umum tentang bahaya penyalahgunaan Narkoba; Meningkatnya pengetahuan masyarakat umum tentang bahaya penyalahgunaan Narkoba; Terjadinya perubahan sikap masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan Narkoba; Meningkatnya ketrampilan masyarakat terhadap penyalahgunaan Narkoba; Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam penanggulangan bahaya penyalahgunaan Narkoba.

Upaya preventif memiliki nilai strategis bagi pencegahan penyebarluasan penyalahgunaan narkoba karena memiliki peran penting untuk memotong lingkaran penyebaran penyalahgunaan narkoba. Peran penting ini juga terlihat dari kelebihan kelebihan yang dimiliki upaya preventif antara lain karena daya jangkau lebih luas, kemudahan untuk mengakses materi pencegahan karena media yang digunakan sangat beragam dan bisa dilakukan oleh siapa saja; biaya penyelenggaraan lebih murah karena dengan penyelenggaraan beberapa kali saja dapat menjangkau jumlah yang berlipat ganda sebagai akibat dari upaya "multi level marketing" yang dilakukan oleh sasaran pencegahan. Bila jumlah yang dijangkau lebih banyak dari biaya yang dikeluarkan, secara ekonomis dapat dikatakan relatif murah.


E.       Gerakan Asosiasi Relawan Perguruan Tinggi Anti Penyalahgunaan Narkoba (ARTIPENA)

Asosiasi Relawan Perguruan Tinggi Anti Penyalahgunaan Narkoba (ARTIPENA) lahir atas keprihatinan terhadap pertumbuhan dan perkembangan penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Secara Nasional ARTIPENA berdiri 27 Januari 2016. Sedangkan di Sumatera Utara ARTIPENA di deklarasikan pada tanggal 23 Mei 2016, dengan visi “menjadi asosiasi strategis relawan antar Perguruan Tinggi dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika (P4GN) yang memiliki jaringan dan wawasan global.”

Dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba, perguruan tinggi berperan selaku agen perubahan yang melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat tentang bahaya penyalahgunaan Narkoba; meningkatkan keterampilan masyarakat untuk melakukan pencegahan terhadap penyalahgunaan Narkoba; meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mencegah penyalahgunaan Narkoba. Sebagai agen perubahan, perguruan tinggi sekurang-kurangnya memiliki tiga peran, yaitu selaku sumber ilmu pengetahuan, kontributor, serta implementator. Sebagai sumber ilmu pengetahuan, di lingkungan perguruan tinggi terdapat manusia terdidik yang memiliki kemampuan akademik untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan teknologi serta mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.

Peran sebagai kontributor, artinya perguruan tinggi menyumbangkan kemampuannya itu untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Terakhir, peran selaku implementator, perguruan tinggi memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menerapkan langsung ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut dalam kehidupan masyarakat. Dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba, hubungan antara pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat atau Tri Dharma Perguruan Tinggi, dapat dilakukan secara optimal melalui kegiatan yang salingmendukung. Dalam gambar berikut ini dapat dilihat kegiatan yang dapat dilakukan ketiganya sehingga masing-masing dapat melaksanakan kegiatan secara optimal dan hasilnya pun diharapkan akan optimal.


Gambar 1 : Hubungan Tri Dharma Perguruan Tinggi Dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba
Pada gambar 1 di atas terlihat bahwa dalam kegiatan pengajaran, materi pencegahan penyalahgunaan narkoba dapat diintegrasikanke dalam materi perkuliahan yang memiliki relevansi dengan penyalahgunaan narkoba. Misalnya, Fakultas Hukum memasukkan materi narkoba dalam materi perkuliahan Hukum Pidana. Pada Program Studi Pendidikan Luar Sekolah diintegrasikan dalam materi perkuliahan Kependudukan dan Masalah Sosial.

Dalam pembahasan ataupun diskusi materi perkuliahan tersebut dapat muncul berbagai pertanyaan terhadap fenomena yang terjadi saat ini dan pemecahannya melalui konsep, teori maupun peraturan hukum yang ada. Hal ini dapat mendorong dosen maupun mahasiswa untuk melakukan penelaahan lebih jauh secara empirik melalui penelitian atau melalui kajian-kajian ilmiah. Penelitian atau kajian ilmiah tersebut dapat dikaitkan dengan berbagai aspek penyalahgunaan narkoba dan dapat dilakukan oleh dosen maupun mahasiswa. Misalnya penelitian tentang dampak ekonomipenderita HIV/Aids, atau penyalahgunaan narkoba di lingkungan pendidikan, atau penerapan UU narkotika.

Selanjutnya, basil penelitian atau kajian dapat dipublikasikan melalui berbagai media yang ada di kampus maupun di luar kampus. Misalnya dipublikasikan melalui jurnal ilmiah, majalah populer, seminar, blog, seminar, talk show, lokakarya, dan lain-lain. Publikasi hasil penelitian maupun kajian ini pun dapat menjadi bahan pengayaan materi perkuliahan yang akan memunculkan pertanyaan-pertanyaan baru lagi untuk ditindaklanjuti penelitian atau kajian-kajian lainnya.  Disamping itu, hasil penelitian yang memungkinkan untuk diterapkan, dapat ditindaklanjut dengan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk sosialisasi, pelatihan, pengembangan, konsultasi, publikasi dan lain-lain.


  1. Rekomendasi dan Usulan

1.       Peran perguruan tinggi sebagai sumber ilmu pengetahuan, kontributor dan implementator dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat lebih dipertegas lagi dengan perannya selaku agen perubahan, yaitu sebagai konseptor, inovator, evaluator, fasilitator, dan advokat. Melalui peran-peran inilah, berbagaibentuk pencegahan penyalahgunaan narkoba diwujudkan oleh dosen, mahasiswa maupun kelompok-kelompok masyarakat dampingan perguruan tinggi. Melalui peran ini juga perguruan tinggi dapat menunjukkan bahwa keberadaannya bukanlah 'menara gading' yang tidak terjangkau masyarakat namun sebagai agen perubahan (agent of change) yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
2.       Pencegahan ditujukan untuk mengurangi faktor risiko dan meningkatkan faktor proteksi dari individu, keluarga dan lingkungannya. Tugas dari Perguruan Tinggi adalah mengawasi adanya factor risiko tersebut, mengatasinya atau merujuknya kepada BNN. Harus diingat bahwa faktor risiko dan factor proteksi dapat berlainan dan berubah-ubah sesuai nilai sosial-budaya dan fase pertumbuhan-perkembangan lingkungan.
3.       Partisipasi Masyarakat, merupakan strategi pencegahan berbasis masyarakat, sebagai upaya untuk menggugah, mendorong dan menggerakan masyarakat agar sadar, peduli, dan aktif dalam melakukan pencegahan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Kekuatan-kekuatan di dalam masyarakat dimobilisir untuk secara aktif menyelenggarakanprogram-program.
4.       Pengadilan khusus kasus narkoba ditangani di pengadilan narkoba terkhusus seperti di KPK ada pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
5.       Perlu saling membagi informasi tentang program dan pengalaman di antara sesama anggota ARTIPENA maupun organisasi masyarakat lain tentang bagaiman cara untuk menjangkau para pemuda, dan kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki resiko tinggi menjadi penyalahguna narkoba yang di fasilitasi BNNP secara berkala.
6.       Perlu ada website khusus tentang group pencegahan penyalahgunaan narkotika sebagai wadah pertukaran informasi, ide, dan pengalaman tentang berbagai program dan intervensi di bidang pencegahan sesama komponen atau komunitas anti narkotika di Sumatera Utara.

-----oOo-----


[1] Disampaikan dalam acara FGD Dalam Rangka Penyusunan Grand Design BNN; Hotel Aryaduta, Medan, 29 September 2016.
[2] Ashery RS, Robertson EB, Kumpfer KL. Drug abuseprevention through family intervention. NIDA Research Monographs 177, 1998
[3] Pusponegoro HD, Mustafa I, Kairupan R. Pencegahan kambuh jangka panjang adiksi heroin dengan antagonis opiat. Makalah dipresentasikan pada KONIKA XI, Bukittinggi, 1999
[4] Gonzales GM, Clement VV. Preventing substance abuse in higher education. US Department of Education, 1994

1 komentar:

  1. Casino City in New Jersey, 0.23 mi (0.93 km) from
    Casino 광주 출장안마 City, near Casino City Crossroads, offers a 남양주 출장샵 casino experience 양산 출장마사지 along Nearby Nearby Casino City 보령 출장샵 Crossroads Casino. The Casino is a casino 평택 출장마사지 on

    BalasHapus