Selasa, 08 Februari 2011

MENDIRIKAN RUMAH BELAJAR NELAYAN


“Kami tidak pernah bisa menyampaikan aspirasi dengan mudah dan gampang seperti ini….” Demikian pernyataan Bapak Irwan dari Desa Singkuang, Kecamatan Muara Batang Gadis, Mandailing Natal, Sumatera Utara, disampaikan dalam acara lokakarya desa yang dilakukan Yayasan PEKAT dalam memperoleh masukan terhadap factor utama ancaman terhadap hutan bakau, terumbu karang, dan sungai disekitar desa mereka. Kegiatan ini berlangsung di malam hari, dan dihadiri oleh 35 orang yang mewakili pemerintah kecamatan dan desa, Badan Perwakilan Desa, tokoh pemuda, tokoh agama dan perempuan. Persentase kehadiran menurut gender, terdiri dari 30% laki-laki, dan 70% perempuan. 

Diketahui bahwa factor ancaman utama terhadap hutan bakau disekitar mereka diakibatkan oleh peralihan fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit, kemudian pengambilan kayu untuk perumahan, aktivitas ini telah lama dilakukan warga sejak tahun 1993 sampai dengan tahun 2003 yang lalu, kini kondisi hutan bakau tersisa hanya 25% dari tutupan hutan bakau yang lalu. Dan kepemilikan lahan tersebut umumnya dikuasai oleh pengusaha-pengusaha dari luar, yang berdomisili di Kota Medan, Padang Sidempuan dan Penyabungan. Dulu juga, disekitar hutan bakau tersebut terdapat beberapa perusahaan HPH yang beroperasi selama lebih kurang 10-13 tahun. Kemudian diperoleh juga informasi bahwa sisa hutan yang tinggal 25% tersebut masih terus dimanfaatkan warga untuk memperoleh kayu bakar dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga.  90% warga masih mempergunakan bahan bakar kayu bakar untuk memasak, program pemerintah untuk kompor tabung gas, sepertinya oleh masyarakat belum bisa diterima. 

Disamping itu juga factor utama untuk ancaman terhadap terumbu karang diakibatkan oleh pengambilan terumbu karang secara besar-besaran di tahun 1999-2003 oleh masyarakat untuk kepentingan pembangunan jalan dan selebihnya dijual kepada pengusaha bangunan yang datang secara periodic untuk mengangkut terumbu karang yang telah diambil warga. Disamping harga yang begitu bernilai tinggi juga gampang untuk diambil oleh masyarakat.  Kemudian, kehadiran para nelayan dari wilayah lain, seperti nelayan dari Sibolga, Sumatera Utara dan nelayan dari Air Bangis di Sumatera Barat yang selalu mempergunakan bom untuk mengambil ikan-ikan disekitar terumbu karang di desa mereka.
Bila dimusim penghujan, maka pesisir pantai disekitar desa singkuang akan berubah menjadi kecoklatan dan meningkat volume lumpur (sedimentasi) di beberapa pesisir pantai. Semua ini diakibatkan oleh kiriman lumpur dari 3 aliran sungai besar yang hilirnya berada di sekitar kawasan pesisir pantai barat ini. Terutama dari DAS Sungai Batang Gadis, yang hulunya merupakan kawasan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG), sesekali kiriman lumpur berikut dengan potongan-potongan kayu besar yang hanyut ke muara atau pesisir pantai ini. 3-5 tahun lalu beberapa desa sekitar kecamatan Muara Batang Gadis ini disapu bersih oleh banjir bandang yang bermuatan lumpur dan potongan kayu-kayu, sehingga mengakibatkan korban harta benda, termasuk rusak tanaman perkebunan atau pertanian warga serta ternak sapi mereka. Sampai dengan saat ini beberapa desa sekitar pesisir pantai senantiasa menjadi langganan banjir, terutama di musim hujan. Sehingga roda perekonomian di beberapa desa terhenti diakibatkan akses transportasi terputus oleh genangan air setinggi 50-100 cm di badan jalan. 

Lokakarya desa ini dilakukan juga di desa Sundutan Tigo  dan desa Pasar V, kecamatan Natal. Hasil lokakarya ini dilakukan analisis internal oleh Yayasan PEKAT dan tentunya melakukan konsultasi dengan parapihak untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Dan kesimpulannya diperoleh masukkan perlu dilakukan penyedartahuan kepada warga secara kontinyu dan konsisten, maka dipilih sebuah kegiatan berupa pembentukkan “Rumah Belajar Nelayan” yang didalamnya terdapat pelatihan-pelatihan, demplot mini dan perpustakaan mini. Kelak seluruh aktivitas untuk perubahan perilaku dan sikap yang lebih baik dalam melestarikan hutan bakau, terumbu karang dan sungai akan dimulai dari rumah belajar ini. 

Langkah selanjutnya yang dilakukan Yayasan PEKAT adalah menentukan lokasi rumah belajar yang bisa menjangkau warga sekitar kecamatan Muara Batang Gadis dan Natal. Pemilihan lokasi ini juga melibatkan kelompok-kelompok masyarakat petani nelayan dan pemerintah desa, sehingga kontribusi pemerintah desa dan warga dalam menyediakan lahan dan rumah belajar merupakan bukti keseriusan mereka untuk melakukan gerakan perubahan di desa mereka. Syukurnya kita mendapatkan tawaran langsung dari masyarakat dan pemerintah desa sebuah lahan dan rumah dari desa Singkuang dan desa Tabuyung dari Kecamatan Muara Batang Gadis, kemudian desa Pasar V, desa Sundutan Tigo dan desa Sikara-kara dari kecamatan Natal. Bahkan mereka berupaya mengajak Yayasan PEKAT untuk melakukan kerjasama ini, dengan harapan desa mereka dipilih menjadi lokasi Rumah Belajar Nelayan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar