Rabu, 05 Januari 2011

RASA BANGGA BERGULIR SAMPAI KE PESISIR PANTAI MADINA



Catatan Harian : Efrizal Adil 31 Desember 2010


Menerapkan rasa bangga di masyarakat Pesisir Pantai Mandailing Natal, merupakan sebuah tantangan terbaru bagi kami di Yayasan Pekat. Selama ini kami kerap berkerja di lingkungan kawasan pegunungan dan sekitarnya. Ketika kami harus bekerja di kawasan pesisir ini merupakan sebuah pekerjaan baru bagi kami, bagaimana tidak karakteristik masyarakat pesisir lebih keras dengan karakteristik masayarakat di pegunungan. Disamping itu kami juga harus memfokuskan perhatian kepada keberadaan hutan bakau dan ekosistem laut.
Setelah menerapkan konsep Pride, dengan mengembangkan teori perubahan yang selama ini kami lakukan dengan masyarakat disekitar Hutan Batang Toru Blok Barat Tapanuli Selatan, kami akhirnya sedikit bernafas lega, beberapa hambatan dan tantangan telah terjawabkan. Apa lagi kami mengembangkan beberapa perangkat yang telah tersedia seperti Miradi, Survei Pro, dan beberapa pendekatan yang telah kami ketahui dalam mendampingi masyarakat Hutan Batang Toru Blok Barat. Akhirnya kami meperoleh satu kesimpulan bahwa kondisi masyarakat pesisir pantai Mandailing Natal (Madina), tepatnya di desa Sundutan Tigo, Bintuas, Kunkun, dan Tabuyung dalam tahap perubahan perilaku “kontemplasi’, dimana usulan-usulan program yang mereka ajukan kepada PNPM Lingkungan Mandiri Pedesaan terbaca jelas didalamnya, namun di hati mereka masih terdapat keraguan untuk berubah sikap, karena semua terkait dengan keberadaan ekonomi keluarga yang selama ini sudah mereka rasakan nyaman, walau tidak memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Disamping itu, pengetahuan yang terbatas juga menjadikan keraguan semakin besar di diri masyarakat. Oleh tim Yayasan Pekat di lapangan membuat lokakarya desa, dan hasil pertemuan tersebut diperoleh masukkan bahwa perlu penambahan pengetahuan kepada masyarakat untuk sebuah perubahan perilaku. Setelah melakukan beberapa kali gerilya dibeberapa ahli perberdayaan masyarakat dan tentunya diskusi internal Yayasan Pekat, maka disepakati membuat sebuah Rumah Belajar Nelayan. Kelak rumah belajar ini mampu menjadi alat kampanye dan sebagai wadah penggalian pengetahuan masyarakat. Direncanakan dalam rumah belajar akan melakukan kelas-kelas kreatif untuk perempuan, remaja dan membuat demplot-demplot mini pertanian atau perikanan. Sehingga motto “mandiri tanpa merusak” tetap berjalan walau situasi demografi berbeda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar