Jumat, 13 Agustus 2010

‘PANJONJONG BAGAS NAIMBARU’ BUKTI KEARIFAN MASYARAKAT ADAT MARANCAR TERHADAP HUTAN

Ketua Umum Badan Musyawarah Kekerabatan (Bamus) Luat Harajaon Marancar, Bapak Drs. Zulfikar Siregar Gelar Baginda Bauni Hamonangan menceritakan bahwa zaman dahulu sewaktu mendirikan rumah dilaksanakan secara bergotong royong. Yang memiliki hajat mendirikan rumah mengumpulkan semua pria yang ada di huta (desa) untuk membantu mencari kayu ke hutan. Sebelum berangkat ditanya dulu kepada Datu Parngongo untuk mencari hari yang baik mencari kayu. Bila harinya sudah ditentukan, maka dikumpullah semua peralatan lalu disantani oleh Datu Parngongo. Maka mulailah pada hari itu Martoktok Tu Harangan (mengambil kayu ke hutan).

Rombongan pencari kayu dibagi dalam beberapa kelompok. Kayu-kayu yang dilarang diambil atau ditebang antara lain : Hayu Na Maroncitan (kayu yang bergesekan satu sama lain), Hayu Na Dililit Na Andor (kayu yang dililit tumbuhan menjalar), Hayu Na Natipul Ujung (kayu yang patah ujung), Hayu Na Marbulung Poso (kayu yang berdaun muda). Makna yang tersirat dalam harangan (hutan) ini ialah apabila diambil : Kayu yang bergesekan satu sama lain berarti rumah tangga tidak pernah damai, Kayu yang dililit tumbuhan menjalar berarti dalam rumah tangga sempit penghidupan, Kayu yang patah ujung berarti dalam rumah tangga ada yang meninggal muda, Kayu yang berdaun muda berarti kualitas kayu cepat rapuh. Kesimpulan dari budaya ini menandakan bahwa manusia butuh hutan, dan hutan tetap terjaga, sebab pengambilan kayu dan hasil hutan lainnya memiliki batasan (kuota) serta persyaratan yang banyak, bila dilanggar akibatnya adalah kemalangan atau tersingkir dari adat.

Diskusi kecil bersama Ketua Bamus Luat Harajoan Marancar ini sangat jarang bisa terjadi, berhubung Drs. Zulfikar Siregar Gelar Baginda Bauni Hamonangan (mantan PNS Dirjen Pertambangan dan Energi) berdomisili di Jakarta, dan kehadirannya di Marancar tergolong sangat jarang. Diskusi ini juga dihadiri oleh salah seorang pengurus Bamus yaitu Bapak Mayor (TNI-AD) Sofyan Harahap. Diskusi ini juga membicarakan tentang kekuatan adat terhadap keutuhan hutan serta bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat petani terhadap lingkungan hidup disekitar desa mereka. Baru-baru ini juga beliau juga menyampaikan telah beredar issue di tengah-tengah masyarakat sekitar luat Marancar bahwa Bamus menerima uang dari sebuah perusahaan pertambangan di Batang Toru, dan hal ini disanggah keras oleh beliau bahwa itu tidak benar, dan beliau lebih menyatakan bahwa pembangunan di tanah Marancar tidak mesti pertambangan, tetapi lebih baik melalui pengembangan perkebunan karet dan coklat yang telah beliau lakukan sekarang di lahan seluas 25 Ha miliknya di Marancar. Bahkan saat ini beliau sedang mengembangkan bibit karet local yang menurutnya memiliki kualitas dan produksi yang tidak kalah dari pembibitan resmi Instansi Pemerintah (Rispa, dll). Bibit yang dibuat beliau kelak akan dibagi-bagikan ke masyarakat luat Marancar yang berminat untuk mengembangkannya.

Drs. Zulfikar Siregar Gelar Baginda Bauni Hamonangan menyampaikan bahwa sangat mendukung dan siap untuk bekerjasama dengan Yayasan Pekat dan RARE dalam melakukan penyadaran dan pengembangan potensi masyarakat di Luat Marancar, dan menghargai apa yang telah dilakukan oleh Yayasan Pekat dan RARE terhadap masyarakat petani. Kemudian beliau menambahkan mudah-mudahan program ini mampu menyembuhkan 8 jenis penyakit di tengah-tengah masyarakat, dan penyakit ini umumnya bukan hanya di Luat Marancar saja, tetapi hampir ada di setiap masyarakat di Nusantara ini, antara lain penyakit ‘malas, mengeluh, mengemis, menghayal, dan lainnya.

Medan, 29 Februari 2010; Efrizal Adil Lubis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar